MENELUSURI JEJAK BUDAYA PAPUA DI GEREJA GEMBALA BAIK ABEPURA
Oleh: Fr. Yulianus Kebadabi Kadepa
Sebagaimana di programkan oleh Uskup keuskupan Jayapura Papua bersama rekan-rekannya para Pastor berkaitan dengan kegiatan sinodal. Kegiatan ini merupakan langkah awal untuk memulai berusaha untuk merangkul semua umat, tanpa memandang suku rasa dan agama.
“Sinode” adalah istilah dalam gereja, khususnya Gereja Katolik, yang berasal dari bahasa Yunani synodos yang berarti “berjalan bersama.” Secara umum, sinode adalah pertemuan atau musyawarah resmi para pemimpin gereja (uskup, imam, dan umat) untuk berdiskusi, mendengarkan satu sama lain, dan mengambil keputusan demi kebaikan gereja.
Pada hari Minggu tanggal 27 Maret 2025 Menelusuri Jejak Budaya Papua di Gereja Gembala Baik Abepura, Papua. Gereja Gembala Baik yang terletak di jantung Abepura, Papua, bukan hanya berdiri sebagai tempat ibadah umat Katolik, tetapi juga menjadi saksi hidup persentuhan yang harmonis antara iman dan budaya lokal Papua. Di tengah arus globalisasi dan modernisasi, gereja ini justru tampil sebagai ruang inkulturasi yang kuat, tempat di mana nilai-nilai kekristenan menyatu dengan kekayaan budaya Papua.
Setiap kali misa digelar, nuansa Papua begitu terasa. Lagu-lagu liturgi sering dinyanyikan dalam bahasa daerah, kini terbukti bahwa keluarga Katolik Papua dengan iringan alat musik tradisional seperti guitar. Irama dan liriknya menyuarakan semangat kekeluargaan dan penghormatan terhadap Sang Pencipta, namun dengan rasa yang sangat lokal. Bahkan, dalam perayaan tertentu seperti Paskah dan Natal, tarian adat menjadi bagian dari perayaan liturgis. Ini bukan sekadar pertunjukan budaya, melainkan wujud nyata bagaimana iman hidup dalam konteks masyarakat Papua.
Arsitektur gereja pun tidak luput dari sentuhan budaya. Beberapa variasi yang menghiasi interiornya menggambarkan simbol-simbol khas Papua burung cenderawasih, motif Koteka dan Moge dan pola-pola ukiran yang sarat makna. Unsur-unsur ini tidak hanya memperindah ruang ibadah, tetapi juga memperkuat identitas dan rasa memiliki umat terhadap gerejanya.
Yang paling mengesankan adalah bagaimana Gereja Gembala Baik mendorong umatnya untuk tidak meninggalkan akar budaya Papua. Justru sebaliknya, gereja menjadi ruang di mana tradisi dihargai, dipelihara, dan diangkat sebagai bagian dari ekspresi iman. Ini menunjukkan bahwa agama dan budaya tidak harus dipertentangkan, tetapi bisa saling memperkaya.
Di tengah tantangan zaman, Gereja Gembala Baik Abepura membuktikan bahwa gereja bisa dan seharusnya menjadi pelindung budaya lokal Papua. Melalui pendekatan inkulturasi yang bijak, gereja ini telah menjadi teladan bagaimana kekristenan dapat berakar kuat di tanah Papua tanpa mencabut identitas asli umatnya.
Dalam jejak budaya yang dilestarikan di Gereja Gembala Baik, kita belajar bahwa iman yang hidup bukan hanya yang taat pada doktrin, tapi juga yang mampu menyapa umatnya dengan bahasa hati dan budaya Papua sendiri.
Dengan demikian, marilah kita sebagai umat beriman kita sama-sama menghargai budaya masing-masing, terimakasih budaya Papua. Pada hari minggu 27 Maret 2025 ini sudah menunjukkan bahwa keluarga Katolik Papua membawa sukacita, kegembiraan dan kebahagiaan bersama di gereja katolik Abepura Jayapura.
***Asrama Tiga Raja Timika***




