MAKNA TEOLOGIS KATA-KATA YESUS DALAM PERJAMUAN MALAM TERAKHIR (KATA-KATA INSTITUSI)
Institusi adalah salah satu bagian penting dalam liturgi Ekaristi yang berisi kata-kata penetapan Perjamuan Malam Terakhir Yesus dengan para murid-Nya. Institusi juga berisikan kisah mengenai penetapan perjamuan malam oleh Yesus. Dalam institusi, kata-kata Yesus pada perjamuan malam terakhir diucapkan kembali oleh imam dalam perayaan Ekaristi.
Kata Institusi sendiri berasal dari bahasa Latin, “institutio”, yang arti dasarnya adalah “penetapan” atau “peresmian” atau “instruksi”. Jadi, institusi merupakan penetapan atau peresmian atau instruksi perayaan perjamuan kudus. Institusi merupakan kenangan akan perjamuan Kristus, dan di sinilah Gereja mengulangi atau menghadirkan kembali kata-kata yang diucapkan Yesus pada perjamuan malam terakhir, yang diamanatkan kepada para murid-Nya. Karena itu, bagi umat Kristen, perayaan Ekaristi adalah pewartaan kematian Yesus Kristus yang menyelamatkan sampai Ia datang kembali. Kata-kata institusi biasanya dikutip dari teks-teks Perjanjian Baru yang mengisahkan perjamuan Yesus yang terakhir. Dalam Perjanjian Baru terdapat empat teks Kisah institusi, yaitu: Mat 26:26-29; Mrk 14:22-25; Luk 22:12-20, dan 1Kor 11:23-26.
Kata-kata Yesus dalam Perjamuan Malam Terakhir bersama murid-murid-Nya merupakan kata-kata kunci yang mengandung arti dan makna yang sangat mendalam. Kata-kata kunci yang dimaksud terdiri dari: Inilah Tubuh-Ku, Inilah Darah-Ku, dan Lakukanlah Ini untuk Mengenangkan Daku.
- Inilah Tubuh-Ku
Dalam Kisah Perjamuan Malam Terakhir Yesus melambangkan tubuh-Nya dengan roti. Ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: “ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku” (bdk. Mat 26:26).
Kisah Perjamuan Malam Terakhir yang ditulis oleh para penginjil dan rasul Paulus dalam Kitab Suci Perjanjian Baru menyajikan secara rinci ritual perayaan Paskah yang mengantar pada perayaan Ekaristi. Dalam Perjamuan Paskah Yahudi, pemimpin perjamuan Paskah mengawali hidangan ini dengan ucapan syukur atas roti tak beragi. Dengan melakukan ini, ia diandaikan memberikan suatu lukisan simbolis tentang roti tak beragi sebagai “roti penderitaan” (bdk. Ul 16:3). Tetapi dalam Perjamuan Malam Terakhir, Yesus melakukan sesuatu yang tidak terduga. Ia meninggalkan kata-kata penafsiran tradisional dan menggantikannya dengan kata-kata-Nya sendiri (kata-kata institusi), “terimalah dan makanlah. Inilah Tubuh-Ku” (bdk. Mat 26:26).
“Inilah tubuh-Ku”. Secara rasional, tubuh fisik manusia tidak bisa dimakan oleh sesamanya sendiri, kecuali bagi mereka yang ab-normal atau canibalis. Pernyataan “inilah tubuh-Ku” yang diucapakn oleh Yesus kepada para murid-Nya dalam Perjamuan Malam Terakhir, secara tegas mengisyaratkan penyerahan diri Yesus secara total kepada dunia. Tubuh-Nya – yang dilambangkan dengan roti – menjadi santapan bagi semua orang.
Dalam Perjamuan Malam Terakhir juga tidak dibicarakan bahwa Yesus dan para murid mempersembahkan seekor anak domba Paskah. Hal ini sebenarnya mengandung maksud tersendiri, yakni bahwa Yesus sebenarnya mau mengungkapkan bahwa Ia adalah Anak Domba Paskah yang akan dikurbankan. Yesus menggantikan anak domba Paskah tradisional dengan memberikan daging-Nya sendiri sebagai hidangan utama dalam perjamuan itu. Daging Yesus, yang dilambangkan dengan roti, menjadi santapan dalam Perjamuan Malam Terakhir bersama para murid-Nya.
- Inilah Darah-Ku
Dalam tindakan berikutnya, Yesus mengambil dan memberkati cawan anggur. Dalam Perjamuan Paskah Yahudi atau yang biasa disebut “seder”, cawan ini (cawan anggur yang diberkati oleh Yesus dalam perjamuan Malam Terakhir) merupakan cawan anggur yang ketiga, yang secara tradisional disebut berakah atau cawan syukur. Hal ini dapat diketahui karena beberapa alasan, yakni: pertama, karena Lukas menempatkannya langsung “sesudah makan” (bdk. Luk 22:20); kedua, karena Matius dan Markus menyusun kisah mengenai Yesus mengambil dan memberkati cawan anggur setelah itu disusul dengan sebuah kidung atau “nyanyian pujian” atau “hallel” yang kedua (bdk. Mat 26:30; Mrk 14:26); dan ketiga, karena Paulus mengidentifikasi piala Ekaristi dengan “cawan syukur” yang tradisional (bdk. 1Kor 10:16).
Yesus sebenarnya mengikuti ritual Paskah Yahudi atau “seder”, tetapi secara mencolok Ia menyimpang daripadanya. Pada bagian ini Ia berkata, “minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa” (Mat 26:27-28). Selain mengidentikkan roti dengan tubuh-Nya, Yesus juga mengidentikkan anggur dengan darah-Nya.
Apa yang dimaksud Yesus dengan “darah perjanjian”? Kata “Darah Perjanjian” diambil dari Kitab Keluaran. Dalam Peristiwa yang terjadi di Gunung Sinai, di sana keluarga-keluarga Israel yang telah dibebaskan dihimpun kembali sesudah perjalanan berat dari Mesir. Di atas gunung turunlah YHWH dalam rupa api dan awan, dan dalam kemuliaan. Melalui Musa, bangsa Israel kemudian dihimpun menjadi satu keluarga dengan Allah lewat perjanjian. Pengukuhan relasi dengan Allah ini dilakukan dengan mempersembahkan lembu atau domba sebagai korban, dan darahnya disiram di atas altar serta diperciki atas umat Israel. Musa berkata, “inilah darah perjanjian yang diadakan Tuhan dengan kamu” (Kel 24:8). Dalam tindakan yang simbolik ini, darah merupakan tanda dari persekutuan keluarga dan kehidupan. Dan bahwa melalui tindakan ini pula umat Israel yang telah dibebaskan kini menjadi keluarga perjanjian, yakni keluarga YHWH sendiri.
Hal di atas itulah, yang menjadi pokok yang sebenarnya mau dikatakan oleh Yesus dalam Perjamuan Malam Terakhir dengan murid-murid-Nya. Eksodus dimulai dengan pembebasan, tetapi pembebasan itu tidak akan berakhir sebelum umat Israel menjadi satu keluarga dengan YHWH. Proses ini digenapi dengan darah korban perjanjian. Yesus sungguh menghayati seluruh tradisi Eksodus, baik awal maupun akhir. Oleh karena itu, Ia ingin agar kita sungguh memahami kaitan antara korban diri-Nya dengan korban Paskah di Mesir (Kel 12:21-23), sekaligus dengan korban berdarah di Sinai (Kel 24:5-8).
Darah Yesus adalah darah korban Paskah yang menyelamatkan kita dari kematian, sama seperti darah perjanjian yang menyatukan kita dengan Allah. Dengan menghasilkan penghapusan dosa, darah Yesus mendatangkan penebusan baru dari kematian dan dari perbudakan dosa. Pada saat yang sama, darah Yesus memeteraikan suatu perjanjian baru dan kekal yang membuat kita menjadi anak-anak Allah.
- Lakukanlah Ini untuk Mengenangkan Daku
Untuk melengkapi kata-kata Yesus, rasul Paulus menambahkannya dengan kata: “lakukanlah ini untuk mengenangkan Daku” (1Kor 11:24). Kata-kata yang oleh Matius dan Markus dilukiskan secara tergesa-gesa dan oleh Lukas hanya menyebutnya sebagian (Luk 22:19). Kata-kata yang singkat dan penuh makna ini, sungguh amat penting. Kata-kata ini menandai suatu pergeseran dari ucapan deklaratif (pernyataan: “inilah…”) ke ucapan yang imperatif (perintah: “lakukanlah…”) yang memantapkan tradisi Paskah.
Ketika YHWH memberikan aturan rinci untuk perjamuan “seder” yang pertama, Ia berkata, “hari ini akan menjadi hari peringatan bagimu” (Kel 12:14). YHWH sudah menetapkan bahwa perayaan Paskah akan menjadi perayaan tahunan bagi setiap generasi bangsa Israel yang berlangsung secara terus menerus. Yesus mengambil tradisi Paskah ini, seperti YHWH di Mesir memberikan ketetapan kepada bangsa Israel. Yesus juga memberikan suatu ketetapan untuk merayakan perayaan peringatan akan diri-Nya, yakni perayaan Ekaristi. Segala sesuatu dilakukan untuk mengenangkan Dia, karena Ia sungguh hadir dalam perjamuan Ekaristi, dengan kepenuhan kemanusiaan dan keilahian-Nya. Perayaan Ekaristi memberikan kepada kita kontak nyata dan langsung dengan Anak Domba Allah yang mati demi dosa-dosa dan keselamatan kita.
Dalam perjamuan Malam terakhir itu, Yesus melakukan apa yang dilakukan oleh kepala keluarga Yahudi ketika memimpin perjamuan Paskah. Persis seperti itulah dilakukan semuanya oleh Yesus, hanya perbedaannya adalah bahwa Yesus mengubah rumusan doa berkat atas roti dan anggur dengan kata-kata-Nya sendiri. Atas roti Yesus berkata: “ambillah, makanlah, inilah tubuhku” (Mat 26:b) Dan atas anggur Yesus berkata: “minumlah kamu semua dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa” (Mat 26:27b-28). Inilah yang dilakukan oleh Yesus ketika menetapkan Perjamuan Malam Terakhir bersama para murid-Nya.
Ada kekhasan yang nampak dalam perjamuan Yesus itu, yaitu bahwa pada awalnya adalah Perjamuan Paskah Yahudi kemudian menjadi perjamuan Malam Terakhir Yesus. Yesus melakukan sesuatu yang baru dalam segi tertentu, namun tidak mengubah esensinya. Ia mengganti doa berkat roti dan anggur dengan doa berkat-Nya sendiri. Di sini terdapat suatu makna baru yaitu bahwa dari Perjanjian Lama (YHWH bersama Israel) ke dalam Perjanjian Baru (Yesus adalah pokok perjanjian itu sendiri dengan murid-murid atau umat-Nya).
Dalam Perjamuan Paskah Yahudi, anak domba Paskah disembelih dan dimakan untuk mengenang penyelamatan anak sulung Israel sewaktu terjadinya tulah kesepuluh di Mesir. Sama seperti darah anak domba dioleskan pada tiang-tiang pintu rumah keluarga Israel untuk menjamin keselamatan, demikian sekarang dalam Kristus, Anak Domba Allah yang dikorbankan, dan darah-Nya menyelamatkan kita dari belenggu dan kematian akibat dosa.
Pada Paskah yang pertama, Allah membebaskan Israel dari belenggu perbudakan dan menuntun mereka keluar dari Mesir menuju Tanah Terjanji. Paskah ini memiliki tiga unsur. Pertama, anak domba yang tak bercela harus dikorbankan. Kedua, semua keluarga harus mengambil darah anak domba dan mengoleskannya pada tiang pintu rumah mereka. Dan ketiga, sesudah semuanya sudah dilaksanakan, keluarga harus memakan daging anak domba itu sampai habis.
Pada Paskah yang baru, Yesus sebagai Anak Domba Paskah yang baru, dikorbankan dan darah-Nya ditumpahkan bagi semua orang demi pengampunan dosa. Sebagaimana bangsa Israel memakan daging anak domba, kita pun harus memakan tubuh Kristus Yesus yang menyelamatkan kita dari perbudakan dosa.
Demikian penjelasan singkat tentang kata-kata Yesus dalam Kisah Institusi pada Perjamuan Malam Terakhir. Berdasarkan penjelasan itu, penulis mengajak para pembaca, terutama umat Katolik, untuk bersama-sama memperhatikan empat poin penting berikut ini:
- Kita harus sadar dan tahu bahwa Hari Raya Paskah adalah puncak dari segala perayaan iman dalam Gereja Katolik, dan oleh karena itu kita diajak untuk merayakan dan memaknainya dengan sungguh-sungguh.
- Kita harus benar-benar memahami dan menghayati bahwa Paskah adalah perayaan pembebasan umat manusia dari perbudakan dosa berkat sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus Kristus, Tuhan kita.
- Kita semua harus yakin, bahwa roti dan anggur dalam perayaan Ekaristi adalah benar-benar merupakan tubuh dan darah Kristus sendiri yang hadir dalam diri setiap orang Katolik yang menyambut-Nya. Dalam roti dan anggur, dalam tubuh dan darah Yesus Kristus itu, orang Katolik percaya dan yakin bahwa mereka benar-benar diselamatkan dari perbudakan dosa.
- Kita semua diajak untuk terlibat aktif dalam perayaan Ekaristi, terutama pada hari Minggu dan Hari Raya gerejani.
PENULIS: ALOWESIUS N. WELAFAUBUN (KOMSOS Keuskupan Timika)