Majalah Gaiya

KEBENARAN ALLAH HARUS DITEGAKKAN DI ERA POSTMODERNISME DALAM DIALOG BERAGAMA

Tinjauan Teologis Agama-Agama

Prolog

Paham radikal dan intoleran bagi warga di seluruh dunia memang hal yang sulit, terutama untuk saling menerima atas pemikiran yang dibeberkan setiap kali pertemuan atau dialog berlangsung di era postmodernisme. Postmodernisme, yang dimaksudkan adalah kritik atas modernisme yang menempatkan rasio sebagai instrumen atau alat untuk mengerjakan kepentingan manusia merusak atau mengembalikan dimensi kemanusiaan yakni hubungannya dengan yang Ilahi. Postmodernisme sebagai kritik terhadap agama dan ilmu karena gagal memenuhi janjinya dan menawarkan kepada agama dan ilmu pengetahuan untuk melihat dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi hidup manusia yang lebih manusiawi.

Sumbangan Postmodernisme Bagi Agama

Sumbangsih postmodernisme bagi agama, yakni paradigma berpikir dan cara beragama yang baru, dialog dan cara beragama yang baru melalui kemanusiaan titik pijak yang baru. Manusia mempunyai hubungan dengan realitas tertinggi yakni Allah. Sebab, modernisme melupakan sisi manusia yang lain yakni kesadaran akan kekuatan yang diluar dirinya. Identitas manusia, ditentukan oleh dimensi hubungannya dengan Tuhan dan hubungannya dengan sesama. Dalam hal ini agama dan sains bekerja sama dalam membangun dan membuat manusia sejahtera.

Manusia seharusnya menghargai nilai-nilai kemanusiaan, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi berdasakan kemanusiaan sehingga nyata damai dan sejahtera bagi kehidupan manusia, manusia membutuhkan kepastian dari agama dipegang orang sebab pertanyaan yang selalu diperhadapkan kepada manusia dari manakah hakikat asalanya dan kemana akan pergi? Kepastian yang dinyatakan melalui pernyataan-pernyataan kitab suci dan simbol-simbol memperkuat keyakinan orang akan apa yang dipegangnya untuk menyatakan kesejahteraan dan kedamaian bukan peperangan karena kebenaran, penekanan saat ini adalah bagaimana hidup berdampingan untuk menyatakan kerajaan Allah yakni kehidupan tanpa penindasan dan kekerasan yang mengancam sikap solidaritas dengan agama lain. Lihatlah kepada Yesus manusia yang sempurna tanpa dosa, di mana Ia menjaga hubungan yang akrab dengan sesama dan Allah dan telah mengorbankan diri-Nya sebagai rasa solidaritas-Nya atas keadaan manusia melalui salib, hubungan manusia dan sesama pulih, serta hubungan manusia dengan Allah. Meskipun demikian kekristenan mewartakan anugerah Allah bagi manusia, ia tidak boleh mengajukan atau mengklaim superioritas atas agama-agama lain[1].

Apakah Agama Bisa Gagal di Erah Postmodernisme?

Kegagalan dalam zaman, terjadi karena keserakahan manusia, diberikan sedikit tetapi ingin banyak, sehingga perlu kesadaran manusia untuk hidup dalam kecukupan. Agama bisa gagal lagi di era postmodernisme, harus ada suara propetis dari agama untuk mengembalikan keadaannya dalam penerimaan akan agama lain, kesadaran manusia yang beragama menikmati kehidupan keberimanannya, sehingga manusia merasakan bahwa Allah hadir dalam kehidupannya. Maka kritikan yang hendak saya mau berikan adalah:

  • Agama dan ilmu harus bertobat untuk mewujudkan kerajaan Allah di bumi, di mana kerjasama keduanya diwujudkan untuk melihat kemanusiaan yang sempurna yang nyata di dalam kehidupan umat manusia saat ini.
  • Kritik kepada umat beragama dan kepada ilmu pengetahuan dan teknologi yang memberi Nilai pada kemanusiaan yang memandang dirinya sendiri.
  • Kemanusiaan kembali diangkat untuk dihargai setiap insan. Agama harus mengembalikan situasi global yang telah rusak. Agama berperan dalam membentuk IPTek tetapi tidak diawasi, sehingga pengawasan agama pada iptek harus selalu dilakukan.
  • Spiritulitas yang utuh bagi manusia yakni hubungannya dengan Allah dan bukan melupakan Allah tetapi melibatkanNya dalam perencanaan.

Postmodernisme telah hadir mengembalikan agama tetapi tidak ada kebenaran mutlak sehingga kebenaran itu benar ada pada dirinya sendiri dan selalu didekontruksi untuk mendapat kebenaran yang baru. Apa standar kebenaran? Standar kebenaran jika ia berifat manusiawi, jika tidak bersifat manusiawi ia bukan kebenaran.Tidak ada kebenaran Tunggal semuanya benar, pengakuan kebenaran terhadap agama lain. Kebenaran itu relatif.

Relevansi Dalam Karya Pastoral Mendatang

Setiap pribadi yang belajar tentang teologi agama-agama adalah wajib untuk menegahkan kebenaran Allah. Segala paham  yang mengerdilkan toleransi antar agama, setidaknya layak dan pantas untuk menegahkan kebenaran. Kepura-puraan dalam berpikir sebagai manusia hanyalah mendatangkan dosa. Jadi dimana ada kebenaran? Kebenaran ada pada setiap agama, semua berhak mengklaim dan menghargai setiap kebenaran dalam setiap agama.

Lalu bagaimana kalau kebenaran itu selalu didekontruksi? Kebenaran itu didekontruksi jika tidak memberikan sumbangsih lagi bagi kemanusiaan, lalu apa peran agama? Mengembalikan peran dan memberikan pencerahan kepada umat untuk melakukan kebenaran. Jika melakukan dekontruksi terus-menerus di mana ada kebenaran, kebenaran itu ada pada hasil dekontruksi berarti kebenaran itu relatif tidak ada kebenaran mutlak.

Dalam situasi postmodern ini dibutuhkan pemahaman Allah yang benar-benar berada yang sungguh manusiawi dan berperan langsung dalam kehidupan manusia. Hal ini kembali pentingnya imanensi dan transendensi Allah dalam keberadaan kehidupan manusia. Manusia memerlukan pemahaman baru tentang relitas iman dan agama sebagai hubungan yang nyata dengan Allah. Dalam hal ini agama Kristen kembali pada keyakinan dan kepastian untuk membawa manusia kembali pada hubungan yang akrab antara Allah dan manusia serta manusia dan sesamanya. Berhadapan dengan Allah manusia menyadari diri dalam kesamaan sebagai makhluk yang lain daripada makhluk yang lain dipanggil untuk berdialog dengan Sang pencipta antara manusia itu sendiri dan keutuhan serta keselamatan ciptaan lain[2].

Epilog

Menurut hemat penulis bahwa Postmodernisme yang dimaksudkan adalah kritik atas modernisme yang menempatkan rasio sebagai instrumen atau alat untuk mengerjakan kepentingan manusia merusak atau mengembalikan dimensi kemanusiaan yakni hubungannya dengan yang Ilahi. Postmodernisme sebagai kritik terhadap agama dan ilmu karena gagal memenuhi janjinya dan menawarkan kepada agama dan ilmu pengetahuan untuk melihat dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi hidup manusia yang lebih manusiawi. Sumbangsih postmodernisme bagi agama, yakni paradigma berpikir dan cara beragama yang baru, dialog dan cara beragama yang baru melalui kemanusiaan titik pijak yang baru. Manusia mempunyai hubungan dengan realitas tertinggi yakni Allah. Sebab, modernisme melupakan sisi manusia yang lain yakni kesadaran akan kekuatan yang diluar dirinya.

Identitas manusia, ditentukan oleh dimensi hubungannya dengan Tuhan dan hubungannya dengan sesama. Dalam hal ini agama dan sains bekerja sama dalam membangun dan membuat manusia sejahtera. Manusia seharusnya menghargai nilai-nilai kemanusiaan, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi berdasakan kemanusiaan sehingga nyata damai dan sejahtera bagi kehidupan manusia, manusia membutuhkan kepastian dari agama dipegang orang sebab pertanyaan yang selalu diperhadapkan kepada manusia dari manakah hakikat asalnya dan kemana akan pergi? Kepastian yang dinyatakan melalui pernyataan-pernyataan kitab suci dan simbol-simbol memperkuat keyakinan orang akan apa yang dipegangnya untuk menyatakan kesejahteraan dan kedamaian bukan peperangan karena kebenaran, penekanan saat ini adalah bagaimana hidup berdampingan untuk menyatakan kerajaan Allah yakni kehidupan tanpa penindasan dan kekerasan[3]. Lihatlah kepada Yesus manusia yang sempurna tanpa dosa, di mana Ia menjaga hubungan yang akrab dengan sesama dan Allah dan telah mengorbankan diri-Nya sebagai rasa solidaritas-Nya atas keadaan manusia melalui salib, hubungan manusia dan sesama pulih, serta hubungan manusia dengan Allah.

 Penulis: Fr. Sebedeus Mote

 

Daftar Pustaka

Alkitab, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 1994

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001

Bdk Medardus P. Harsono, M.Hum “Bahan Kuliah Teologi Agama-Agama” (Abepura: STFT Fajar Tmur, 2021)

Jakobs Tom, Paham Allah dalam Filsafat, agama-agama dan Teologi, Yogyakarta: Kanisius, 2002

Abidin, Zainal. Filsafat Manusia, Memahami Manusia Melalui Filsafat: Rasio Manusia dan Modernitas Dalam Narasi Posmodernisme. Bandung: Rosdakarya. 2000

Adiprasetya, Joas. Mencari Dasar Bersama: Etik Global Dalam Kajian Postmodernisme Dan Pluralisme Agama. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2002.

Ali, Muhamammad. Teologi Pluralis-Multikultural: Menghargai Kemajemukan Menjalin Kebersamaan. Jakarta: Kompas Media Nusantara. 2003

Artanto, Widi. Menjadi Gereja Misioner dalam Konteks Indonesia. Yogyakarta: Kanisius

Panikkar, Raimundo. Dialog Intra Religius. Yogyakarta: Kanisius. 2004.

Singgih, Emanuel Gerrit. Berteologi dalam Konteks: Pemikiran-Pemikiran Mengenai Kontektualisasi Teologi Di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Teologi. 2004

Dialog: Kritik dan Identitas Agama, Seri Dian I, Yogakarta: Dian/Interfidei, 1993

Suyoto. Postmodernisme dan Masa Depan Peradaban. Jakarta: Aditya Media. 1994

[1] Bdk,  Medardus P. Harsono, M.Hum “Bahan Kuliah Teologi Agama-Agama” (Abepura: STFT Fajar Tmur, 2021), hal-30.

[2] Bdk. Jacobs Tom, Paham Allah dalam Filsafat, Agama-agama dan Teologi,  (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 251-267.

[3] F. X. E. Armada Riyanto, CM,  Dialog Agama dalam Pandangan Gereja Katolik, (Yogyakarta: Kanisius,1995), hlm. 107-109.

Keuskupan Timika

Official WEB Keuskupan Timika di kelola oleh Komisi Komunikasi Sosial

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button