MENCETAK MANUSIA PAPUA MENJADI PEMIMPIN NEGARA MELALUI PENDIDIKAN
Semua orang bermimpi jadi pemimpin. Terpenting adalah menciptakan “peluang terbaik”. Guru yang berhati amat dibutuhkan di Papua. Guru yang punya hati untuk manusia Papua. Setiap guru di Papua, entah siapa pun hadir untuk “melayani dan mendidik” dengan “hati”. Menjadi pemimpin Negara harus dicetak sejak usia dini, saat ini dalam konteks “kepapuan”. Dengan memaksakan orang Papua menjadi pemimpin Negara seperti konteks daerah lain: Jawa, Flores, Maluku, dll., hanya membuat orang Papua berada dalam kebodohan dan keterbelakangan. Manusia Papua menjadi pemimpin Negara dengan keberadaan mereka sebagai manusia Papua, dalam “keaslian” dan “kesejatian” diri sebagai manusia Papua.
Mulai Dari Usia Dini
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) amat penting untuk menstimulus anak Papua untuk menjadi pemimpin Negara masa depan. Di usia dini, anak diajarkan secara formal juga non-formal. Di sekolah mereka dididik berdasarkan kemampuan penangkapan mereka. Di rumah mereka “dibina” dan “dididik” secara kontekstual tentang: nilai-nilai, kebermaknaan hidup, moralitas, religiositas dan kepemimpinan dengan gaya mereka.
Pendidikan (PAUD) wajib mencetak (meluruskan) jiwa. Jiwa yang “belum tertata” harus ditata, diluruskan dan dicetak. Mencetak jiwa anak usia dini dengan mengutamakan, sastra, kesenian dan keindahan. Saat dini jiwa anak dicetak menjadi manusia “perrasa”. Sejak dini, anak dicetak untuk manusia “peka”. Karena itu, panca indra dibentuk di sini. Penglihatan, pendengaran, pencecapan, penciuman, perasaan dan perabaan telah tercetak dengan utuh, supaya tumbuh sebagai manusia Papua yang utuh integral pula.
Jiwa manusia Papua dibereskan sejak usia dini. Kemampuan-kemampuan secara “humanis” mesti telah tertata. Setidaknya, secara moral dan emosional (antara baik dan tidak baik, indah dan tidak indah, merdu dan tidak merdu) diolah. Kemanusiaan Papua dibentuk di sini. Diawali di rumah sebagai sekolah pertama dan dasar, “elementary”. Mencetak manusia mulai dari sini, oleh orangtua, oleh guru-guru PAUD, dari Sekolah Dasar. Membuat anak dapat memilah terbaik dari yang baik, terindah dari indah. Nilai kesopanan, kedisiplinan, ugahari, kerendahan hati, keberimanan harus dimulai dari sini. “Tungku Api Keluarga” yang dorong atau dirumuskan Gereja Katolik Keuskupan Timika amat penting dalam kontekstualisasi pendidikan Papua. Pendidikan Papua harus mendaging, harus mengena dan mendarat.
Pendidikan itu milik umum “tak berpemilik”, dimiliki oleh mereka yang “berjiwa pendidikan”. Membuat manusia Papua berhati pendidikan adalah paling mendasar. Menjadi manusia “berilmu” berarti menjadi pemimpin. Pendidikan di Papua yang berkualitas membentuk manusia Papua yang berkualitas. Membentuk sebuah Negara atau menjaga agar Negara tetap kokoh melalui pendidikan. Pendidikan humanis, kritis, kontekstual dan berkarakter Papua amat penting dan dibutuhkan saat ini. Pedagogy ala Amerika Latin, atau Paideia ala Yunani wajib dibangun di Papua. Penyadaran akan pentingnya pendidikan bagi rakyat amat penting. Guru yang berilmu: yang “tahu” tentang pendidikan dan berjiwa pendidikan amat dibutuhkan di Papua untuk pencerahan, pemerdekaan dan membentuk pemimpin-pemimpin Papua yang terbaik.
Mulai Dari Sekarang
Pendidikan yang bermutu, bermartabat dan kontekstual harus dibangun dan dimulai kini. Hanya dengan pendidikan karakter, manusia Papua akan terbentuk. Tanah dan manusia Papua mau dibawa ke mana pun bermula dari pendidikan. Pendidikan adalah dasar membentuk dan membangun Negara. Semua orang harus menjadi guru: mulai dari mendidik diri sendiri. Sejak dini harus bermula menjadi guru untuk dirinya sendiri. Profesi guru melekat dalam diri setiap manusia. Setiap manusia adalah pendidik. Berawal dengan mendidik diri menjadi baik. Semua manusia Papua mesti “menjadi baik” mulai saat ini. Gedung, guru di sekolah formal hanyalah “formalitas, sarana”. Yang paling pertama dan terutama adalah mendidik diri-sendiri.
Mulai sekarang pendidikan Papua harus bermutu. Setiap manusia Papua harus sadar bahwa pendidikan itu penting. Pendidikan membentuk pribadi menjadi pemimpin (pemimpin yang berkarakter). Manusia Papua menjadi pemimpin Negara berkarakter. Menjadi pemimpin karena belajar, bukan karena “persekongkolan”, bukan karena “pembelian” dan bukan juga karena “pinjaman”. Papua butuh manusia yang berbobot, bukan manusia “kaleng-kaleng”.
Indikasi manusia Papua yang berpendidikan “berkualitas”, atau yang layak menjadi pemimpin Negara (layak memimpin Negara):
Pertama, berpendidikan: menjadi pemimpin Negara tidak lain dan tidak bukan hanya melalui dank arena pendidikan. Pendidikan adalah dasar Negara. Pendidikan harus mencetak manusia-manusia yang berjiwa pemimpin. Pemimpin yang handal, berkarakter dan berjiwa melayani.
Kedua, berhati: pendidikan wajib membentuk manusia yang “berhati”. Dengan pendidikan, jiwa dan hati manusia ditata ke arah pemimpin. Negara yang memiliki pemimpin berhati adalah pemimpin yang telah menjalani pendidikan secara baik dan benar. Mendapatkan pendidikan pembebasan: pendidikan yang membebaskan.
Ketiga: beridentitas: pendidikan di Papua harus kontekstual, artinya pendidikan beridentitas, yakni pendidikan yang mengangkat harkat dan martabat sendiri (Papua). Pendidikan yang mulai dari diri dan memimpin “kepapuaan” sendiri. Pendidikan beridentitas artinya mengangkat segala pergumulan (suka duka, harapan dan keprihatinan) Papua.
Keempat: beriman: pendidikan Papua yang penting adalah pendidikan beriman, pendidikan agama. Pendidikan agama yang kontekstual. Berarti pendidikan agama yang membebaskan (menyelamatkan). Agama konteks Papua. Artinya, mengangkat agama yang mengakar di Papua, ada bersama dan tinggal bersama orang Papua. Beriman secara kontekstual, beriman dari bawah, dari “Allah Papua” yang bersejarah.
Menjadi manusia berpendidikan (berilmu) tidak lain hanya melalui pendidikan. Manusia Papua harus sadar penuh, memberi hati, segenap diri, segenap kekuatan untuk pendidikan. Hanya dengan pendidikan, manusia Papua dapat membentuk Negara atau dapat menjadi pemimpin Negara. Semua manusia Papua, secara bersama melawan kebodohan akibat: malas, tidak rajin, bolos, bandel dan tak peduli. Manusia Papua menjadi pendidik. Pendidik bagi diri sendiri dan sesama. Kita bertanggung jawab untuk pendidikan dan kemanusiaan Papua. Kemajuan Papua, kepemimpinan Papua ada dalam pendidikan. Menjadi pemimpin Negara pun hanya ada dalam pendidikan. Bangun pendidikan dari usia dini: dari rumah, oleh ayah dan bunda. Menjadikan pemimpin Negara dari ayah dan bunda. Pendidikan Papua bisa.
Penulis: Marius Goo (Dosen STK “Touye Paapaa” Deiyai, Keuskupan Timika)