Majalah Gaiya

ROH KUDUS SEBAGAI PRINSIP UTAMA BAGI MASYARAKAT KATOLIK INDONESIA DALAM MEMAKNAI GARUDA PANCASILA

Oleh Diakon Sebastianus Ture Liwu

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menggali dan mengangkat jejak-jejak Roh Kudus dalam sejarah asal-usul Pancasila yang merupakan dasar kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan juga untuk menjelaskan bagaimana keterlibatan Gereja Katolik dalam melahirkan dan melestarikan nilai Pancasila dalam terang Roh Kudus. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yakni mengumpulkan sumber-sumber kepustakaan yang mendukung judul pendelitian tersebut. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut ialah semua orang beriman di dunia ini berasal dari Allah yang satu dan oleh karena itu mengakui bahwa kehadiran Roh itu untuk menghidupkan dan membawa kepada kebenaran. Rupa burung Garuda sebagai lambang negara Indonesia merupakan transformasi dari Roh Kudus dan lima butir Pancasila yang mencerminkan nilai kasih kepada Allah dan sesama. Allah Roh Kudus adalah kasih maka prinsip utama orang Katolik ialah kasih karena kasih mampu menembus segala batas, mampu mepersatukan perbedaan dan menciptakan keadilan.

A. PENDAHULUAN

Pandangan dan sikap umat beragama dalam menjaga keutuhan negara kesatuan yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini didasarkan pada Pancasila sebagaimana yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa, dan keutuhannya harus dijaga, menurut para tokoh agama di Indonesia. Dasar NKRI adalah pengakuan teologis terhadap nilai-nilai agama, realitas sejarah, sosiologis, dan antropologis (Marzuki, 2009). Namun muncul aliran atau paham yang memaksakan agar suatu konsep hidup yang dianut atau diyakini selalu diupayakan untuk mengubah secara total suatu peradaban sosial, politik dan agama (Soetapa, 1993).

Kita sebagai warga Negara Indonesia juga belakangan ini mengalami sendiri semakin menguatnya usaha mengubah identitas Bangsa Indonesia dengan ideologi radikal, khususnya kekhilafaan yang diusung oleh Hizbut Tahrir Indonesia (Komisi Kerasulan, 2017). Mereka mengajarkan pemahaman radikalisme yang berpuncak pada tindakan teror misalnya pada 11 September 2001 gedung WTC dan sebagian pentagon dibom, pada tahun 2002 dan 2005 terjadi pemboman di Bali, kemudian pada 14 Januari 2016 kembali terjadi pemboman di Sarinah. Selain itu terjadi pemboman gereja di Surakarta, di Masjid Polres Cirebon, bom buku oleh sekelompok anggota NII (Negara Islam Indonesia berdasarkan hukum syariah) direkrut dengan cara dicuci otak. Fenomena lainnya juga ditandai dengan pelarangan membangun gereja seperti di Cilegon, patung Bunda Maria di tutupi terpal pada 22 Maret 2023 oleh ormas di Jakarta pada saat bulan Ramadan, Surat terbuka koalisi palembang darussalam menolak persemian katedral palembang pada Maret 2023  dll. Tidak hanya itu, kita dapat saksikan perdebatan soal inti iman di chanel youtube yang menimbulkan hujatan, kebencian dan penistaan agama.

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi maka kita semua sebagai warga negara Indonesia harus berusaha melawan segala bentuk ancaman yang berusaha menghancurkan dasar negara NKRI. Dalam penelitian ini peneliti hendak mendalami karya Roh Kudus dalam proses perjuangan kemerdekaan dan asal-usul Pancasila dalam terang Roh Kudus. Maka pertanyaan pendalaman ialah Bagaimana peran Roh Kudus bagi masyarakat Katolik dalam memperjuangkan kemerdekaan NKRI? Dan Bagaimana upaya masyarakat Katolik melestarikan nilai-nilai Pancasila dalam terang kasih dan kebenaran di tengah pluralitas agama?

B. ROH KUDUS SEBAGAI PRINSIP HIDUP UMAT MANUSIA

  • Roh menurut Hegel

Menurut Hegel, pikiran diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman itu disebut Roh. Roh itu ialah Roh Universal yang disebut juga dengan sisi spiritual dari alam semesta (Singer, 2021). Pikiran itu ialah Pikiran Universal dan pikiran khusus. Penjelasan Roh menurut Hegel masih sangat luas dan membias sehingga tidak ditemukan penekanan yang jelas tentang Roh Universal tersebut apakah menunjuk kepada Tuhan atau apa. Apakah Pikiran universal itu pikiran Allah dan sub pikiran itu menunjuk pada pikiran manusia? Tentang hal ini masih menjadi perdebatan. Namun ada pikiran bahwa Hegel membuka ruang bagi setiap manusia untuk mengalami, merefleksikan dan mengungkapkan pemikirannya sendiri. Apa yang dimaksud oleh Hegel bahwa apa yang dipikirkan oleh setiap manusia itu merupakan pancaran dari Pikiran universal. Roh Universal itu tidak membatasi diri pada satu hal, tetapi ia bergerak menembus batas ke mana saja ia kehendaki. Roh Universal memancaran Pikiran kepada manusia sehingga mereka memiliki pikiran khusus untuk membawa perubahan suatu peradaban. Pemikiran Hegel tersebut sangat bagus dibicarakan karena berkontribusi terhadap kehidupan kita. Hegel cukup baik menjelaskan tentang Roh, mental, pikiran  dan kesadaran diri manusia. Dalam perkembangan historisitas, manusia terus berkembang menuju kesadaran diri namun tidak berarti kemudian meninggalkan kesadaran universal. Hegel menegaskan bahwa semua manusia berasal dari satu Roh Universal maka setiap manusia harus saling memperlakukan satu sama lain dengan baik. Yesus juga dengan tegas mengatakan bahwa kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Mat 22:37-40). Jika kamu ingin orang lain memperlakukan kamu dengan baik, maka perlakukan juga orang lain dengan cara yang sama.

  • Tabel 1. Roh Kudus dalam Pandangan Agama- Agama yang Diakui di Indonesia
MAKNA ROH DALAM AGAMA-AGAMA
AGAMA KONSEP ROH AYAT-AYAT
Islam Bahasa Arab: ruh : jiwa/sukma:

intisari, perasaan, esensi (Mushlih, 2008).

 

Fisik yang mati atau jenazah dihidupkan oleh Roh

●                    Dia menurunkan Malaikat dengan (membawa) roh (wahyu) dari perkara-  Nya.” (QS. al-Nahl : 2)

●                    “…Lalu Kami mengutus Ruh Kami kepadanya, maka ia menjelma di    hadapannya sebagai manusia yang sempurna.”(QS. Maryam : 17)

●                   “Al Qur’an itu turun bersama Ruh Al Amin ke dalam hatimu agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan dengan bahasa Arab yang jelas.” (QS. al- Syu’ara’ : 193-195).

Hindu Atman dan Jiwatman adalah Roh dalam tubuh manusia. Dari dua hal tersebut dibagi menjadi empat: Brahma (Roh Tuhan); Tubuh Kasar (di dalamnya terdapat Brahma, roh kasar dan mahat); Roh Kasar/Hati (sifat dasar sejak lahir); Roh halus/Mahat (berfungsi memberikan keputusan) (Rifai, 1984).
Buddha Roh ada di dalam diri manusia adalah nama rupa. Nama menunjuk pada tabiat (Amin, 1999).
Konghucu Tuhan itu Maha Roh dan maha menjadikan dan menyertai setiap wujud dan makhluk yang berbeda sifat (Kemenag, 2021). Kitab Zhongyong bab XV berkata “Betapa besarnya kebajikan Gui Shen (Tian Yang Maha Roh)”
Kristen kata Ibrani ru’ach dan kata

Yunani Pneu’ma adalah Roh.

Roh adalah inti kehidupan manusia (Mushlih, 2008).

Kej 2:6-7 : “Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya”

Kej 1:2 Roh Allah melayang-layang di atas air (bumi-alam semesta)

Mazmur 104:29 mengatakan, “Apabila Engkau (Yahwe) mengambil roh (ruakh) mereka, mereka mati dan mereka kembali kepada debu”.

Yakobus 2:26 dikatakan bahwa “Tubuh tanpa roh (Pne’uma) adalah mati”.

Mazmur 104:29 : “Apabila Engkau (Yahweh) menyembunyikan wajah-Mu, mereka terkejut; apabila Engkau mengambil roh mereka, mereka mati binasa dan kembali menjadi debu.” Pengkhotbah 12:7 : “Dan debu (tubuhnya) kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Tuhan yang mengaruniakannya.”

Roma 8:1-17 : “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. Roh, yang memberi hidup

telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hokum maut.

Galatia 5:16-18 : “Maksudku ialah : hiduplah oleh Roh, maka kamu

tidak akan menuruti keinginan daging. Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan

dengan keinginan daging – karena keduanya bertentangan – sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki. Akan

tetapi jikalau kamu memberi dirimu dipimpin oleh Roh, maka kamu tidak hidup di bawah hukum Taurat.”

Galatia 5:22-23 : “Tetapi buah Roh ialah : kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu.”

 

 

Setiap manusia dipanggil untuk hidup bersama karena mereka semua sebagai satu keluarga berjalan bersama membangun sikap persaudaraan. Ditegaskan pula bahwa semua manusia berasal dari satu sumber yang sama dan akan kembali kepada asal yang sama yaitu Allah (Ulahayanan, 2016). Mereka hidup di berbagai suku, bangsa, golongan dan ras berbeda namun Roh Allah yang memberikan kehidupan kekal itu selalu mempersatukan mereka sebagai satu persekutuan. Para tokoh agama telah bersepakati bahwa setiap orang dari berbagai latar belakang suku, agama, ras, budaya, status dan golongan mengakui ajaran cinta kasih kepada Allah dan sesama merupakan hukum utama (art. 24). Hal ini ditegaskan teolog Hans Kung di dalam Etika Global bahwa semua agama di bumi yang satu mengajarkan bahwa siapa pun orang yang memiliki perbedaan latar belakang kehidupan harus diperlakukan sebagai manusia yang bermartabat (Sihombing, 2017). Semua agama samawi mengajarkan hal yang tumbuh dalam pengalaman bersama yakni memperlakukan sesamamu seperti engkau memperlakukan dirimu sendiri (bdk. Rom 13:9-10; lih. 1Yoh 4:20) (Hardawiryana, 2021).

Pribadi Bapa, Putra dan Roh Kudus memiliki satu hakekat yaitu Allah. Allah adalah kasih (1Yoh 4:7-8). Kasih merupakan misi Allah sendiri yang menjadi nyata dan terpenuh di dalam diri Yesus Kristus yang menderita, wafat, bangkit dan naik ke surga. Sesudah kebangkitan-Nya, Ia menghembuskan Roh Kudus kepada para rasul.  Apabila Roh itu datang kepadamu, Ia akan mengajarkan kamu di dalam kasih dan kebenaran. Sungguh kebenaran itu akan membebaskan dan menjadikanmu sebagai manusia baru yang hidup di dalam kebenaran dan kasih. Untuk itu Gereja diutus memberikan diri dituntun oleh Roh Kudus sebagai lambang cinta kasih untuk menebarkan kasih dan membangun kerja sama secara persaudaraan kasih dan kebenaran (art 92).

  • Asal Usul Penyebutan Istilah Katolik

Setelah Yesus naik ke surga, tugas selanjutnya diberikan kepada para rasul. Dalam kisah Para rasul 11:26 orang yang pertama kali berkumpul dalam nama Kristus itu disebut Kristen tepatnya di Anthiokia. Kemudian dilanjutkan oleh bapa-bapa gereja yang meneruskan pengajaran para rasul yang berada di Alexandria dan Antiokhia. Memang Yesus katakan bahwa di atas batu karang ini Aku akan mendirikan gerejaku. Di sini Yesus tidak menyebut Gereja Katolik secara eksplisit namun Ia hanya menyebut Gereja secara umum. Dalam perkembangan selanjutnya, Ignasius dari Antiokhia adalah orang yang pertama kali menggunakan istilah Katolik dan memberikan ciri khas Gereja Katolik. Ignasius menegaskan bahwa orang-orang kristen harus berada dalam persekutuan atau komunio di bawah pimpinan uskup. Dia hidup pada abad ke dua yang oleh karena mempertahankan imannya, ia kemudian menjadi seorang martir karena dicabik-cabik tubuhnya oleh singa. Kata Katolik dalam Kisah Para Rasul pasal 9:31 berasal dari bahasa Yunani disebut Katholicos dan Latin disebut Catholica yang berarti semuanya, seluruhnya, utuh, lengkap dan universal. Istilah ini terbentuk dari dua kata yakni kat’h (di seluruh, di sepanjang) dan holis (semuanya, seluruhnya, lengkap, komplit).

  • Roh Kudus Menyertai Gereja Katolik Sepanjang Zaman

Dalam kisah penciptaan, Tuhan memberkati alam semesta dengan Roh-Nya yang melayang-layang di atas air (Kej 1:2). Allah yang tidak kelihatan menjadi terlihat dalam diri Tuhan Yesus yang dikandung dari Roh Kudus dalam peristiwa inkarnasi (Luk 1: 26-38). Pada awal mula sebelum Yesus berkarya, Ia dibaptis di sungai Yordan. Ketika itu turunlah Roh Kudus dan hinggap di bahu Yesus dalam rupa burung merpati (Mrk 1:9-10). Sebagaimana Roh Kudus berkarya dengan penuh kuasa pada peristiwa inkarnasi, Roh Kudus yang sama juga mampu menjelma dalam berbagai rupa. Contoh nyata yaitu rupa burung merpati dan lidah-lidah api yang hinggap di atas kepala para rasul pada peristiwa pentakosta (Kis 2:3-4). Peristiwa turunnya Roh Kudus tersebut merupakan ketepatan janji Yesus bahwa Ia akan mengirim seorang penolong yaitu Roh Kudus kepada para murid-Nya. Ia akan menyertai selamanya dan dia di dalam mereka (Yoh 14:16-17), Roh Kebenaran akan bersaksi tentang Yesus Kristus (Yoh 15:26), dan Ia akan menyertai mereka sampai akhir zaman (Mat 28: 19-20).

Karya Roh Kudus menembus segala batas. Kehadiran, gerak dan dayanya bersifat universal tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu (Ulahayanan, 2016). Setiap orang Kristiani yang mengakui dan taat pada Firman-Nya akan diberikan karunia Roh Kudus agar membimbing mereka senantiasa menjalankan hukum baru yaitu hukum cinta kasih. Tuhan adalah Alfa dan Omega. Ia menuntun Gerejanya terlibat dalam dunia agar terang keselamatan diwartakan. Kehadiran Gereja di tengah dunia sebagai sakramen keselamatan bagi banyak orang (Ulahayanan, 2016). Kesatuan iman dan kasih di dalam terang Roh Kudus mendasari kesatuan Gereja. Misi Gereja bersifat universal maka ia hadir menjadi tali pemersatu pelbagai masyarakat suku bangsa yang berselisih. Pada dasarnya Gereja hadir untuk melayani kesejahteraan semua orang (Kira, 2022).

Gavin D’costa memandang Dokumen konsili Vatikan II yang berbicara tentang Roh Kudus dalam perspektif para paus bahwasanya Roh Kudus, Pribadi ketiga aktif berkarya di dalam agama lain. Hal senada juga diungkapkan oleh Santo Yohanes Paulus II bahwa beberapa bagian kecil dalam sebuah agama mungkin digunakan oleh Roh Kudus sebagai sarana untuk mencari Allah dengan segenap hati. Paus melanjutkan bahwa anugerah yang diterima oleh orang beragama lain itu tidak bersifat menguduskan dan menebus dosa karena penebusan itu hanya ditemukan di dalam Kristus.  Jadi Roh Kudus yang berkarya di dalam agama lain itu adalah Roh Bapa dan Putra. Ia berkarya untuk membisikan pengetahuan tentang kebenaran Kristus di dalam hati mereka agar mereka menjadi mengerti dan percaya, dibaptis dan diselamatkan. Gavin D’Costa berpandangan bawha Roh Kudus sebagai “Truth” (universal dan mediator). Kehadiran Roh Kudus dalam setiap pribadi, komunitas, sejarah, masyarakat dan budaya-budaya lain itu berarti sudah ada benih kebenaran tetapi belum secara penuh karena kepenuhgan itu ada di dalam dan melalui Yesus Kristus saja (Pratama, 2013).

Roh Kudus yang ada di dalam Gereja terus mendorong Gereja-Nya untuk bersaksi tentang Yesus dengan lebih sungguh. Gereja katolik senantiasa dipimpin dan diarahkan oleh kuasa Roh Kudus agar menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Roh Kudus selalu tinggal di hati manusia untuk memurnikan, memberi kehidupan, meneguhkan dan memperbarui seluruh bangsa sampai akhir zaman. Melalui keselamatan universal, Roh kudus tida berhenti membimbing dan menerangi orang beragama dan budaya lain menuju pada Kristus. Roh Kudus mendahului dan mempersiapkan setiap manusia di agama, masyarakat, budaya-budaya lain supaya mereka juga memiliki pengetahuan tentang kebenaran yang menghantar mereka kepada Kristus. Sebagaimana Paulus ketika berada di Atena, ia mewartakan tentang Kristus kepada mereka yang menyembah kepada Allah yang tidak dikenal (Kis 17:22-31) maka setiap orang yang berseru di dalam nama Yesus akan memperoleh pertolongan. Roh Kudus akan menyertai mereka. Roh Bapa sendiri akan berbicara di dalam diri mereka tentang segala sesuatu yang harus mereka katakan (Mat 10:19-20).

  • Roh Kudus Berkarya dalam Misi Gereja Katolik di Indonesia

Dalam setiap perjumpaan Gereja dengan Budaya lokal diharapkan agar Gereja membuka hati untuk menerima dan memperlajari terlebih dahulu identitas budaya, sejarah, pengetahuan, karakter, keterampilan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat lokal. Tuhan telah menaburkan benih kebenaran dan kabar sukacita dalam setiap budaya karena Tuhan kita adalah Satu dan Kudus, Dialah Pencipta kita. Oleh karena itu, sikap Gereja bukan menghakimi melainkan menunjukkan sikap Yesus, “Aku datang bukan untuk meniadakan Hukum Taurat, melainkan melengkapinya” (Mat 5:17), berarti sudah ada nilai kebenaran ada di dalam budaya setempat yang perlu dilestarikan.

Yesus adalah Raja Semesta Alam dan bumi adalah tumpuan kaki-Nya (Yer 10:10). Segala sesuatu yang berada di bawah kolong langit adalah milik kepunyaan dan saudara-Nya. Langit dan bumi digambarkan secara antropomofis, sebagai “suami dan istri” atau ayah-ibu. Gagasan ini menempatkan manusia dalam ruang kehidupan keluarga alam semesta. Langit adalah ayah dan bumi adalah ibu. Isi bumi, alam ciptaan dan manusia, adalah anak-anak yang lahir dari perkawinan “langit dan bumi”. Seluruh alam ciptaan adalah saudara-saudari sekeluarga (bdk. Kidung Saudara Matahari). Santo Fransiskus Asisi misalnya, menyapa segala ciptaan di dunia ini dengan sapaan Saudara, “Terpujilah Engkau Tuhanku, karena saudari bulan dan bintang-bintang… Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena saudara angin… karena saudari Api dan saudara burung-burung… karena saudari ibu pertiwi.”(Gobry, 1978). Demikian juga ditegaskan oleh Rasul Paulus bahwa ketika kita masih ada di dunia ini, kita masih melihat Allah dengan samar-samar, tetapi kita akan memandang muka dengan muka di sorga (1Kor 13:12). Konsep antropologis seperti ini akan memperkaya gagasan serta inspirasi bagi kita dan sekaligus menunjukkan kepada kita, kebenaran yang didengungkan Vatikan II, bahwa kearifan budaya lokal menjadi tempat persiapan bagi pewartaan Injil (preparatio evangelica) (Hardawiryana, 2009).

Oleh karena itu, amanat Yesus dalam Matius 28 menjadi dasar bagi Gereja Katolik untuk menjadi saksi Kristus sampai ke ujung bumi termasuk Nusantara. Maka Roh Allah yang dihembuskan oleh Yesus kepada para rasul juga menuntun para misionaris untuk menajdi saksi keselamatan. Para Misionaris SVD pada awalnya memulai misi di Ende yang kemudian dikenal sebagai rahim Pancasila. Ketika itu Soekarno diasingkan di Ende oleh Gubernur Hindia Belanda, De Jonge pada 28 Desember 1933. Semasa pengasingannya, ia berjumpa dengan para misionaris Societas Verbi Divini (SVD). Dalam kesempatan itu, Roh Tuhan mengurapi dan mengutus para misionaris Belanda untuk memberitakan kabar baik kepada orang miskin, menyampaikan pembebasan kepada orang tertawan, yang buta dapat melihat, membebaskan yang ditindas dan menyampaikan tahun rahmat Tuhan telah datang (Luk 4:18). Para misionaris Belanda sungguh memahami latar belakang kebudayaan, karakter dan kehidupan umat di Nusantara dieksploitasi oleh para penjajah. Maka, pada awal perjumpaan Soekarno dengan para pastor Belanda, Pater Huijtink seorang pelayan Tuhan dari Belanda langsung berkata bahwa ia menyetujui perjuangan Soekarno karena Tuhan tidak menghendaki manusia dan negara dieksploitasi dan ia juga bertanya tentang apa makna kemerdekaan menurut Soekarno (Sugiyanto, 2022).

Gaudensius Suhardi menulis di E-Paper Media Indonesia (Suhardi, 2021) menjelaskan bahwa Pastor Johanes Bouma SVD dan Pastor Gerardus Huijtink SVD juga memberikan dua pertanyaan mendasar kepada Bung Karno tentang keberadaan mamanya yang beragama Hindu di tengah mayoritas muslim dan keberadaan orang-orang Flores yang mayoritas Katolik di tengah pengaruh Marxis dan mayoritas muslim? Selain berdiskusi, Soekarno juga menggunakan perpustakaan biara Santo Yosep untuk menemukan dasar kebenaran yang diterima oleh dunia sampai saat ini. Pada waktu itu Bung Karno dibantu oleh P. Huijtink, Pastor Paroki Katedral untuk menemukan bentuk dan rumusan yang konkrit akhinya ia mematangkan pemikirannya dalam lima butir Pancasila. Sejarah munculnya Pancasila tersebut diabadikan dalam sebuah prasasti bahwasanya di kota Ende yang ketika itu ditemukan lima butir mutiara dan di bawah pohon sukun ia merenungkan Pancasila. Maka dalam sebuah buku dilukiskan tentang Pancasila adalah Ilham dari Flores untuk Nusantara. Maka dalam sejarah pembebasan ini, Bung Karno dengan rendah hati mengakui bahwa ia tidak menciptakan Pancasila, tetapi ia berusaha menggali jauh ke dalam bumi kita, mengangkat nilai-nilai tradisi-budaya kita dan akhirnya menemukan lima butir indah.

Proses perjumpaan antara agama dan budaya dalam terang Roh Kudus akhirnya membentuk pemikiran tentang universalitas yang melahirkan lima butir Pancasila yang saling berkaitan satu dengan yang lain, yaitu Ketuhanan yang maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyaan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyahwaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Lima pilar tersebut merupakan Roh, Jiwa dan Prinsip hidup yang mempersatukan setiap perbedaan latarbelakang baik suku, agama, budaya dan golongan yang biasanya disebut dengan Bineka Tunggal Ika.

  • Tabel 2. Roh Kudus dalam Rupa Burung Merpati dan Burung Garuda
SATU ROH NAMUN BANYAK RUPA
LAMBANG BURUNG MERPATI LAMBANG BURUNG GARUDA
● Dalam kisah penciptaan, “Roh Allah melayang-layang ‘seperti burung’ di atas permukaan air” (Kej. 1:2). Burung yang terbang di udara (Kej. 1:20).

● Ketika air bah, seekor burung merpati yang jinak dan elok dikirim keluar dari bahtera sebanyak tiga kali dan tidak kembali pada kali yang ketiga (Kej. 8:8-12). Dalam kisah ini burung merpati adalah lambang perdamaian.

● Alkitab mencatat bahwa burung merpati dipakai untuk korban persembahan yang berkenan kepada Allah (Kej. 15:9; Im. 1:14-17; 5:7-10; 12:6-8; 14:22, 30-31; 15:14-15, 29-30; Luk. 2:24; Yoh. 2:14, 16).

● Dalam peristiwa pembaptisan di sungai Yordan, Yohanes memberi kesaksian tentang Yesus katanya, “Aku telah melihat Roh turun dari langit seperti merpati, dan Ia tinggal di atas-Nya” (Yoh. 1:32) berarti Roh Kudus senantiasa berada di atas dan menaungi Yesus.

● Roh kebenaran berasal dari Bapa yang memberikan kesaksian tentang Putra (Yoh 15:26). Yesus bersabda biji gandum harus jatuh ke dalam tanah dan mati supaya berbuah banyak (Yoh 12:24). Roh Kudus adalah Roh Kristus (Gal 4:6) yang dihembuskan oleh Yesus setelah Ia bangkit (Yoh 20:22).

● Matius menggambarkan Roh yang turun ke atas Yesus adalah lambang kesucian dan kelemah-lembutan (Mat 10:16). Burung merpati itu putih identik dengan bersih dan tidak bernoda/tak bercela. Warna putih sebagai simbol cinta kasih, perdamaian dan pembawa pesan.

● Burung merpati itu jinak, lugu, elok, penyayang, disukai dan dalam satu kesempatan Yesus berkata hendaklah “tulus seperti merpati” (Mat. 10:16).

● Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita (Gal 4:6). Apabila Roh itu datang maka ia akan memimpin kamu kepada seluruh kebenaran (Yoh 16:13). Dan Kebenaran itu akan memerdekakan kamu (Yoh 8:32). Segala karunia bersumber pada Roh Kudus yang satu dan sama. Biasanya dilukiskan dengan seekor burung merpati memancarkan tujuh karunia yaitu karunia hikmat, pengertian, nasehat, keperkasaan, pengenalan, kesalehan dan takut akan Tuhan.

● Buah Roh ialah kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah-lembutan dan penguasaan diri (Gal 5:22-23)

● Karunia Roh seperti hikmat, pengetahuan, iman, kesembuhan, mujizat, bernubuat, membedakan roh, bahasa roh dan menafsirkan bahasa roh (1Kor 12:8-10)

 

 

Lambang burung Garuda (UNIKOM, 2013) dalam cerita kuno Hindu, garuda itu sebagai sosok agung diberi gelar “Tuan segala makhluk” dan Raja agung para burung”
Mitologi Mesir menceritakan bahwa Garuda disebut dengan Phoenix yaitu burung api keramat yang melegenda. Bulunya berwarna merah dan keemasan. Burung Phoenix membakar dirinya sendiri. Setelah mengalami kematian ia bangkit kembali sebagai burung phoenix yang baru. Burung Phoenix ialah simbol kesucian, keabadian, kebangkitan tubuh sesudah kematian dan simbol Dewa matahari di Heliopolis, Mesir.
Terdapat 25 negara yang menggunakan Simbol Garuda sebagai lambang Negaranya.
Simbol Garuda sebagai lambang Indonesia ternyata dirancang oleh Sultan Hamid II yang mengikuti instruksi Presiden Soekarno bahwasanya lambang negara harus sesuai dengan pandangan hidup bangsa yang tertuang dalam sila-sila dari dasar negara yaitu ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Filosofi Visualnya yaitu Garuda berwarna kuning emas yang mengepakan sayapnya dan kepala menghadap ke kanan artinya Indonesia harus mempelajari kemajuan dunia barat. Burung Garuda diyakini nenek moyang sebagai burung yang percaya diri, energik dan dinamis. Ia berani, setia, dan terbang menguasai angkasa.
Pada bagian sayap terdapat 17 helai bulu menunjuk 17 hari kemerdekaan; pada ekor terdapat 8 helai bulu sebagai bulan kemerdekaan; dan 45 helai bulu pada leher sebagai tahun kemerdekaan maka lambang burung Garuda tersebut sungguh mengandung makna filosofis, geografis, sosiologis dan historis perjuangan. Pada bagian kaki Garuda bertuliskan Bineka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetap satu

 

Tabel 2 ini memberikan suatu gambaran bahwa karya Roh Kudus tidak hanya hadir pada saat pembaptisan di sungai Yordan dan pada peristiwa pentakosta tetapi Ia berkarya sepanjang masa sampai ke ujung bumi teristimewa di Indonesia. Saya berpikir bahwa konteks kemerdekaan Bangsa Indonesia tidak terlepas dari intervensi Roh Kudus.

Kita dapat melihat persamaan dari kedua lambang Burung Merpati dan Burung Garuda:

  • Burung Garuda diberi gelar “Tuan segala makhluk” dan “Raja agung”, sementara Yesus yang menghembuskan Roh Kudus kepada para rasul disebut sebagai Raja Semesta Alam yang ditinggikan di kayu Salib (Luk 22:35-43). Bapa telah menaklukan segala sesuatu di bawah kaki Yesus (Ibr 2:8) dan segala sesuatu telah diletakan di bawah kaki Yesus (Ef 1:22). Roh Kudus dalam rupa burung merpati berasal dari Bapa dan Putra maka Ia juga menjadi Tuan atas segala makhluk.
  • Burung Phoenix membakar dirinya sendiri dan setelah mengalami kematian ia bangkit kembali sebagai burung Phoenix yang baru. Sementara Yesus yang dikandung dari Roh kudus bersabda bahwa biji gandum harus jatuh ke dalam tanah dan mati supaya berbuah banyak (Yoh 12:24). Atas naungan Roh Kudus, Yesus menyerahkan diri agar dibunuh supaya munculah kehidupan baru.
  • Burung Phoenix ialah simbol kesucian, keabadian dan mengalami kebangkitan tubuh sesudah kematian. Sementara Roh Kudus turun ke atas Yesus dalam rupa burung merpati melambangkan kesucian dan kelemah-lembutan (Mat 10:16). Roh Kudus senantiasa berada dalam diri Yesus yang menderita, disalib, mati dan bangkit mulia. Burung merpati adalah lambang Roh Kudus itu berwarna putih identik dengan bersih dan tidak bernoda/tak bercela. Warna putih sebagai simbol cinta kasih, perdamaian dan pembawa pesan sukacita.
  • Sila-sila dari dasar negara Indonesia yaitu ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Kelima sila ini tidak bertentangan dengan misi Allah dan sungguh memperlihatkan buah-buah Roh yakni kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah-lembutan dan penguasaan diri (Gal 5:22-23). Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita (Gal 4:6). Apabila Roh itu datang maka ia akan memimpin kita kepada seluruh kebenaran (Yoh 16:13). Dan Kebenaran itu akan memerdekakan kita (Yoh 8:32). Segala karunia bersumber pada Roh Kudus yang satu dan sama. Roh Kudus selalu menggerakan umat manusia agar mengerti dan meyakini kebenaran dari Tuhan Yang Esa (semangat spiritual) dan menjunjung martabat kemanusiaan (universal). Kehadiran Roh Kudus juga membangun persekutuan (kesatuan) di tengah perbedaan agar mereka menjadi satu (Yoh. 17:21) dan Ia selalu mencurahkan hikmat kebijaksanaan kepada orang yang percaya di dalam nama Kristus Yesus. Ketika semua orang berpegang teguh pada kebenaran yang difirmankan Tuhan, akan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan, selalu menciptakan persatuan, selalu terbuka kepada hikmat Allah, akan menuai keadilan sosial. Prinsip dasar kehidupan inilah yang mengenapi rencana Allah supaya semua orang diselamatkan.
  • Burung Garuda diyakini nenek moyang sebagai burung yang percaya diri, energik dan dinamis. Ia berani, setia, dan terbang menguasai angkasa. Biasanya dilukiskan dengan seekor burung merpati memancarkan tujuh karunia yaitu karunia hikmat, pengertian, nasehat, keperkasaan, pengenalan, kesalehan dan takut akan Tuhan. Burung merpati itu jinak, lugu, elok, penyayang, disukai dan dalam satu kesempatan Yesus berkata hendaklah “tulus seperti merpati” (Mat. 10:16).
  • Burung Garuda sebagai lambang NKRI yang telah memperoleh kemerdekaan dari tangan para penjajah. Peristiwa kemerdekaan tersebut didasari oleh kekuatan Roh Kebenaran dari Bapa dan Putra yang selalu menyertai kepada seluruh kebenaran (Yoh 16:13) dan akan memerdekakan umat manusia (Yoh 8:32). Kemerdekaan itu diperoleh karena ada hikmat Roh Kudus, pengertian, nasehat, keperkasaan, pengenalan, kesalehan dan takut akan Tuhan. Roh Kudus mendorong semua umat manusia menjadi satu seperti doa Yesus “supaya mereka menjadi satu” dan menajadi dasar harapan bangsa Indonesia yang di gaungkan dalam sebuah kalimat “Bineka Tunggal Ika”. Demikianlah menjadi nyata janji Yesus mengirim Roh Kudus untuk membaharui dunia (Why 21:5-6) sebab yang berkuasa menjadikan segala sesuatu menjadi baru itu hanya Allah yang awal dan akhir.

 

  • Upaya Masyarakat Katolik Indonesia Mengaktualisasikan Pancasila

Di tengah perkembangan zaman saat ini, banyak orang berupaya menghapus nilai-nilai Pancasila dari praktik kehidupan sehari-hari. Penerapan aturan hukum sering diabaikan, dan pelanggaran terjadi dengan sengaja. Sayangnya, sangsi yang diberlakukan untuk pelanggaran tersebut seringkali lemah. Menghadapi realitas ini, memulihkan citra Pancasila sebagai dasar negara dan hukum NKRI menjadi tugas yang tidak mudah.

Namun, sebagai masyarakat Katolik, kita memiliki keyakinan bahwa segala peristiwa akan kita hadapi bersama Allah. Sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia menunjukkan bahwa Roh Kudus telah bekerja untuk memerdekakan umat manusia. Roh Kudus memimpin kita menuju kebenaran (Yohanes 16:13) dan kebenaran itu memerdekakan kita (Yohanes 8:32). Roh Kudus yang Yesus berikan akan menyertai kita sampai akhir zaman (Matius 28:19). Dengan dasar iman, kita diingatkan untuk menjalankan tugas kewarganegaraan dalam terang Injil.

Gereja Katolik memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga keutuhan dan menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pertama: Tugas Mengajar. Pengajaran tentang kebenaran iman, pengembangan Injil, dan penyebaran warta Injil melalui pendidikan di sekolah menjadi tanggung jawab para gembala umat. Selain itu, pendidikan kewarganegaraan harus memperkuat nilai-nilai Pancasila, seperti gotong royong, toleransi beragama, kejujuran, cinta tanah air, dan kekayaan budaya.

Nilai-nilai Pancasila harus diajarkan dan diterapkan secara efektif agar memiliki dampak positif pada dunia pendidikan dan generasi mendatang. Lima sila Pancasila harus benar-benar dijalankan dengan tekad bersama untuk saling menerima dan membangun toleransi antar umat beragama. Para pemimpin daerah juga perlu mendorong perayaan budaya yang menghargai tiga hari raya besar, seperti Nyepi, Idul Fitri, dan IYD Salib OMK. Selain itu, orang tua, seniman, pecinta budaya, kaum budayawan, dan pemimpin adat juga dapat berperan dalam meningkatkan kreativitas dengan mengadakan pesta budaya dan pameran ragam budaya dari berbagai daerah.

Kedua: Tugas Menguduskan. Tugas Menguduskan dilaksanakan oleh para uskup, pastor, dan biarawan sesuai dengan panggilan mereka. Mereka mewartakan Sabda dan kebenaran iman, serta mempersembahkan kurban tubuh dan darah Yesus (Kan. 528-§ 2). Selain itu, dalam karya pastoral di tengah umat, mereka memberikan kesaksian konkret yang mendukung nilai-nilai Pancasila dengan semangat roh dan kebenaran (Yohanes Paulus II, 1983). Umat sebagai warga negara Indonesia juga dipanggil untuk menguduskan dunia melalui tugas, profesi, dan pekerjaan masing-masing dengan tulus, ikhlas, dan penuh kasih, terlepas dari perbedaan. Pada dasarnya, Allah yang satu memanggil umat manusia dan mengutusnya sebagai tanda keselamatan bagi semua orang dalam terang Roh Kudus.

Ketiga: Tugas Memimpin. Para pemimpin Gereja Katolik seharusnya menjadi motivator dan pelaku utama dalam memberikan contoh kehidupan yang mencerminkan persekutuan kasih dengan Tuhan. Relasi yang intim dengan Allah harus termanifestasi dalam seluruh karya pastoral, dengan fokus pada penghormatan terhadap martabat manusia, membangun persekutuan di tengah perbedaan, serta membangun dialog kasih berdasarkan hikmat kebijaksanaan dan keterlibatan di dunia. Tanggung jawab bersama adalah menciptakan perdamaian dan keadilan bagi seluruh rakyat. Sebagai gembala, mereka juga harus aktif dalam pastoral kehadiran, berpartisipasi dalam keprihatinan orang lain, dan dengan penuh kasih membantu mereka yang miskin (Kan. 529-§ 1). Semua pihak, terutama masyarakat Katolik, perlu memilih pemimpin negara yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Pemimpin yang beriman kepada Tuhan dan memiliki semangat nasionalisme akan memperjuangkan harkat dan martabat manusia dengan rendah hati.

C. KESIMPULAN

Allah menghendaki semua orang selamat. Berkat kasih-Nya, Yesus Kristus diberikan kepada kita sebagai saksi yang setia mengajarkan tentang moral tertinggi. Namun kebaikan dalam setiap agama non-Kristen merupakan benih sabda yang ditaburkan melalui wahyu umum. Artinya mereka yang tidak mengakui dan percaya di dalam Kristus maka keselamatan itu belum penuh di dalam diri mereka. Untuk itu, Untuk itu Gereja Katolik dipanggil untuk mewartakan kabar sukacita Injil kepada semua bangsa terkhusus di Indonesia. Perjuangan pembebasan masyarakat di Nusantara dari penjajah Belanda sampai pada titik proklamasi kemerdekaan bukanlah merupakan kekuatan manusia melainkan karya Roh Kudus yang datang tinggal di hati mansuia, menunjukan kebenaran dan melahirkan kebenaran kasih yang terukir di dalam butir-butir Pancasila. Maka, melalui penelitian ini dapat menyadarkan kita Gereja Katolik bahwa melestarikan Pancasila merupakan panggilan dan tanggungjawab kita bersama yang dapat kita aplikasikan dalam tiga tugas Gereja yaitu menjadi Nabi, Imam dan Raja dalam terang kasih.

D. DAFTAR PUSTAKA

Amin, A. (1999). Konsepsi tentang roh dalam ajaran agama Hindu dan Budha Mahayana. Skripsi, IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Gobry, I. (1978). FRANSISKUS DARI ASISI. Nusa Indah.

Hardawiryana, R. (Ed.). (2009). Seri Dukumen Konsili Vatikan II, Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium (10th ed.). Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia.

Hardawiryana, R. (Ed.). (2021). Seri Dokumen Gereja No 19 Gaudium et Spes-Dokumen KWI. Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia.

Kemenag, C. (2021). Tian Maha Roh.

Kira, B. (2022). BERLAYAR KE TIMUR Menuju Gereja Kontekstual di Tanah Papua Sebuah Refleksi dan Strategi Pastoral (Dwiko (Ed.); 22nd ed.).

Komisi Kerasulan, A. (2017). REVITALISASI PANCASILA Sumbangan Pemikiran Masyarakat Katolik Indonesia dan Konferensi Wali Gereja Indonesia (H. dkk Siagian (Ed.); 1st ed.). Konferensi Waligereja Indonesia.

Marzuki, H. M. L. (2009). Kesadaran Berkonstitusi dalam Kaitan Konstitusionalisme. Jurnal Konstitusi, Vol. 6, No, 3–11.

Mushlih, A. (2008). KONSEP ROH DALAM ISLAM DAN KRISTEN (Studi Komparatif Kitab Suci).

Pratama, N. D. B. J. (2013). ROH KUDUS DALAM AGAMA-AGAMA LAIN Sebuah Analisis Terhadap Pemikiran Gavin D’Costa. Jurnal Amanat Agung, 75–78, 79–82, 93–98.

Rifai, M. (1984). Perbandingan Agama. Wicaksana.

Sihombing, A. F. (2017). PLURALITAS MENURUT HANS KŰNG DAN IMPLIKASINYA DI INDONESIA: SUATU KAJIAN ETIKA GLOBAL. TE DEUM, 159, 166, 168.

Singer, P. (2021). Karl Max: Sebuah Pengantar Singkat (Y. R (Ed.); 1st ed.). IRCiSoD.

Soetapa, D. (1993). Asal-usul Gerakan Fundamentalisme. Jurnal Ulumul Qur’an, Vol. IV, N.

Sugiyanto, A. E. (2022). Soekarno, Ende, dan Gereja Katolik. Pen@ Katolik. https://penakatolik.com/2022/06/01/soekarno-ende-dan-gereja-katolik/

Suhardi, G. (2021). No TitleSoekarno dan Pastor Sahabat tanpa Sekat. Dewan Redaksi Media Group. sumber: https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/2163-soekarno-dan-pastor-sahabat-tanpa-sekat

Ulahayanan, A. (2016). DIALOG ANTAR UMAT BERAGAMA Sebuah petikan isi buku Dialog dalam Kebenaran dan Kasih (S. K. H. A. dan Keppercayaan (Ed.)).

UNIKOM, E. (2013). BAB II MEDIA INFORMASI SEJARAH LAMBANG NEGARA INDONESIA. https://elib.unikom.ac.id/download.php?id=248588

Yohanes Paulus II, S. (1983). Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici). Konferensi Waligereja Indonesia.

Keuskupan Timika

Official WEB Keuskupan Timika di kelola oleh Komisi Komunikasi Sosial

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button