Majalah Gaiya

TOM BEANAL: PASTOR AWAM INSPIRATIF

Oleh: Saul Paulo Wanimbo

Pengantar

Saya tidak mengenal Almarhum Bapak Tom Beanal secara dekat. Pertemuan yang melibatkan diskusi serius dengan beliau juga tidak pernah terjadi. Pertemuan kami terlaksana hanya dalam beberapa acara resmi. Itupun tidak memungkinkan terjadinya dialog orangtua-anak dengan topik yang lebih serius. Tentu saja keterbatasan perjumpaan dan diskusi ini berakibat pada kelangkaan referensi untuk disajikan kembali dalam tulisan ini.

Pertemuan perdana saya dengan Bapak Tom Beanal terjadi sekitar Juni-Juli 1989 di Nabire. Saat itu saya masih sebagai seorang pelajar SMA, sementara beliau bertugas sebagai anggota tim pastoral di Paroki Kristus Sahabat kita (KSK) Nabire. Dalam sejumlah kesempatan, saya menyaksikan aktifitas pelayanan pastoral Bapak Tom Beanal yang tak kenal lelah. Beliau selalu terlihat bersemangat dan tanpa pamrih dalam menjalankan tugasnya. Saya juga menyaksikan beberapa penampilan almarhum di kala berada di hadapan umat, saat beliau memimpin perayaan liturgi: dengan penuh wibawa Sabda Allah dikumandangkan, renungan yang inspiratif disampaikan dan ajakan untuk hidup sebagai pengikut Kristus demi pembaharuan hidup dia tawarkan. Sungguh, salah satu sosok yang saat itu membuat saya terkagum.

Kekaguman saya bertambah lagi di saat saya sudah menjadi seorang mahasiswa dalam 11 (sebelas) tahun kemudian. Penampilan almarhum yang mengagumkan itu terjadi pada tanggal 29 Mei-04 Juni 2000, dia saat pelaksanaan Kongres Papua II di Jayapura. Bapak Tom Beanal yang adalah salah satu ketua Presidium Dewan Papua (PDP) itu, beberapa kali tampil dominan untuk mengarahkan proses kongres; bahkan juga di saat berhadapan dengan massa, beliau mampu menenangkan, menyatukan dan menyemangati rakyatnya agar bersama- sama menyukseskan pelaksanaan kongres.

Dari pengamatan dan pengenalan seperti itu, saya hendak mencatat beberapa hal mengenai Bapak Thom Beanal. Pada bagian Pertama (I), kita akan melihat Bapak Tom Beanal sebagai seorang pastor awam dan perannya dalam pelayanan pastoral. Di bagian kedua (II), secara sepintas akan disinggung tentang keteladanan yang memicu lahirnya Gerakan Awam di kalangan petugas pastoral. Lantas, pada bagian ketiga (III), catatan ini akan ditutup dengan sebuah refleksi singkat tentang pastoral dalam dunia politik.

I. Petugas Gereja Awam

Sebagaimana lulusan pendidikan teologi pada umumnya, sesudah menamatkan pendidikan Sarjana Muda (BA) pada Akademi Teologi Katolik (ATK) di Jayapura, Bapak Tom Beanal diutus sebagai petugas gereja di dalam wilayah keuskupan Jayapura. Melalui perutusan itu, kepadanya diembankan tugas sebagai seorang Pastor Awam, yang berarti beliau diberikan mandat untuk memimpin dan melayani komunitas gerejawi. Pemberian mandat ini juga menjadi tanda, bahwa Bapak Tom Beanal (dan pastor awam lainnya) bukanlah “tenaga cadangan” dalam pelayanan pastoral Gereja.

Dalam menjalankan tugasnya, Bapak Tom Beanal tidak semata-mata bertindak sebagai pembantu Pastor Tertahbis. Sebagai Pastor Awam, beliau dengan sungguh-sungguh menjalankan 5 (lima) tugas pokok gereja; yakni: kerygma (pengajaran dan pewartaan), koinonia (persekutuan), liturgia (peribadatan), diakonia (pelayanan) dan martyria (kesaksian). Perwujudan panca tugas gereja ini dinyatakan oleh Bapak Thom Beanal dalam pelaksanaan tugas harian pastoralnya, melalui:

  1. Memimpin ibadah: mengarahkan dan memimpin ibadah atau kebaktian; baik di gereja maupun dalam persekutuan doa;
  2. Mengajar dan menyampaikan Sabda Allah; misalnya melalui khotbah, mengajar kelas Kitab Suci dan memimpin kelompok studi Kitab Suci,
  3. Bimbingan dan konseling: memberikan bimbingan spiritual dan nasehat rohani kepada anggota umat, membantu mereka dalam masalah spiritual maupun masalah pribadi,
  4. Kunjungan pastoral: mengunjungi umat yang sakit, lanjut usia atau yang berada dalam kesulitan serta mengunjungi komunitas jemaat yang jauh dari pusat pelayanan pastoral,
  5. Pelayanan sakramen: dalam kondisi tertentu pastor awam dapat diminta untuk melayani sakramen, misalnya mengantar Tubuh Yesus Kristus Yang Maha Kudus kepada orang sakit, orang jompo, umat yang berada dalam tahanan dan penjara ataupun kepada mereka yang berada dalam kesulitan tertentu,
  6. Administrasi gereja: terlibat penuh dalam tugas-tugas administrasi parokial, seperti mengatur acara gereja, mengelola program pelayanan dan berpartisipasi dalam dewan gereja,
  7. Mengembangkan komunitas: membangun dan memelihara hubungan dalam komunitas gerejawi, mengorganisir kegiatan sosial dan mendukung program-program misioner, .
  8. Pelayanan sosial: terlibat dalam kegiatan pelayanan masyarakat, seperti bantuan kemanusiaan dan program pendukung

Dengan demikian, menjadi jelas bahwa seorang pastor awam tidak bertugas hanya untuk mendukung dan melengkapi pelayanan dalam gereja. Juga bukan demi memastikan pemenuhan kebutuhan rohani dan praktis umat saja. Lebih dari itu, seorang pastor awam dituntut untuk menjadi pelopor dan penggerak demi terwujudnya tugas Gereja dalam dunia. Dalam kesadaran dan karya seperti itulah, Bapak Tom Beanal dan para pastor awam lainnya hidup dan berpastoral.

II. Cikal Bakal Gerakan ADIOS

Seturut visi para Uskup regio Papua, Bapak Tom Beanal bersama para petugas pastoral lainnya telah meletakkan dasar yang kokoh bagi lahirnya beberapa terobosan dalam Gereja Katolik di Tanah Papua. Pola hidup dalam keluarga dan cara berpastoral secara kolektif (dalam kerjasama dengan pastor tertahbis) yang mereka jalankan, telah menjadi inspirasi bagi tumbuhnya kelompok-kelompok seperti BPGS (Badan Pengurus Gereja Setempat) dengan Hari-Hari Persaudaraannya (HHP), juga HPP (Hari Pertemuan Pewarta) serta kelompok semisal lainnya. Kelompok-kelompok ini melakukan pertemuan secara teratur sesuai rentang waktu yang sudah disepakati. Anggotanya adalah semua petugas pastoral, baik awam maupun imam. Pokok pembahasan dalam pertemuan semacam ini juga variatif: rapat, evaluasi karya, sharing pengalaman dan lain sebagainya. Namun, percakapan dalam pertemuan-pertemuan itu selalu berkisar pada topik pastoral. Selain itu, diluangkan juga waktu untuk mendalami bacaan-bacaan Kitab Suci yang akan diwartakan pada hari minggu dan/atau hari raya yang akan datang. Refleksi bersama ini sangatlah penting guna keseragaman dalam mewartakan intisari Sabda Allah. Dari segi dampaknya, pertemuan rutin tim pastoral menjadi bermanfaat, karena darinya para anggota dapat menimba lagi semangat dan kekuatan untuk karya selanjutnya.

Contoh yang baru saja disebutkan di atas maupun sejumlah kegiatan kolektif lainnya yang dijalankan dalam rangka pastoral selama beberapa dekade, pada akhirnya memicu lahirnya Persekutuan ADIOS (Awam Diosesan). Di Keuskupan Timika misalnya, ADIOS merupakan salah satu dari 3 (tiga) tiang utama penyanggah Gereja. Dua kelompok lainnya adalah CONDIOS (Confrater Diosesan) yang anggotanya adalah para Imam Projo dan IPAR (Ikatan Persaudaraan Antar Religius) yang beranggotakan para biarawan dan biarawati. Walaupun keanggotaan persekutuan adalah kaum awam, ADIOS bukanlah sebuah organisasi yang berada di luar Gereja. ADIOS merupakan perhimpunan kaum awam dalam tubuh Gereja, yang keseharian anggotanya bertugas sebagai pastor (petugas pastoral) di dalam aneka bidang karya kauskupan. Dan karenanya, keanggotaan ADIOS juga sangat terbatas. Batasan tersebut ditentukan oleh 2 (dua) syarat: pertama: berpendidikan teologi dan pastoral; misalnya tamatan STFT (Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi) atau STPK (Sekolah Tinggi Pastoral dan Kateketik); kedua: mendapat SK (Surat Keputusan) penugasan sebagai anggota Tim Pastoral Keuskupan yang ditandatangani oleh pimpinan tertinggi gereja partikular (Uskup/Administrator Keuskupan).

Misi utama kelompok ADIOS sebagai persekutuan pastor awam adalah menghadirkan Kerajaan Allah dalam Bumi Manusia. Caranya dengan menghayati dan merealisasikan panca tugas pokok Gereja lewat perkataan dan

perbuatan. Dengan demikian, kiranya cukup jelas bahwa inspirasi yang diwariskan oleh Bapak Thom Beanal dan para petugas pastoral awam di masa lampau, telah menjadi Tungku Api Membara yang menghidupkan semangat berpastoral bagi para pastor awam di saat ini. Dari teladan merekalah, ADIOS lahir untuk membumikan Sabda Allah demi pewartaan kepada segala makhluk agar semua menjadi muridNya.

Bapak Tom Beanal dan para pendahulu lainnya sudah menunjukkan, bahwa membumikan Sabda Allah merupakan pengejawantahan langsung dari 5 (lima) tugas Gereja dalam dunia. Alasannya, membumikan Sabda Allah berarti menerapkan ajaran dan prinsip-prinsip yang diwartakan oleh Gereja ke dalam praksis hidup. Hal ini juga mencakup upaya untuk menjadikan Sabda Allah menjadi relevan dan praktis dalam konteks hari ini.

Berikut ini merupakan beberapa cara yang dihayati ADIOS dalam menjalankan misinya agar Sang Sabda Allah dapat merajai dunia:

  1. Menghidupi Ajaran Kristus: menjalankan hidup pribadi dan keluarga sesuai dengan nilai dan ajaran Yesus Kristus dengan mengamalkan kasih, keadilan, rendah hati dan pengampunan;
  2. Menjadi Teladan: menunjukkan diri sebagai pengikut Kristus melalui tindakan dan perilaku sehari-hari sehingga orang lain dapat melihat dan terinspirasi untuk memuliakan keangunganNya,
  3. Melayani Sesama: melibatkan diri dalam berbagai bentuk pelayanan dan aksi sosial, membantu orang yang membutuhkan pertolongan dan menunjukkan Kasih Allah melalui perbuatan nyata;
  4. Mewartakan Sabda Allah: membagikan pesan Injil dan melakukan pengajaran Kitab Suci kepada sesama; baik melalui perbuatan, kata-kata, tulisan ataupun media lainnya;
  5. Mengintegrasikan Sabda Allah dalam keputusan dan tindakan: mempertimbangkan prinsip-prinsip Kitab Suci dalam setiap keputusan; baik dalam lingkup pribadi, keluarga maupun dalam karya

Secara keseluruhan, membumikan Sabda Allah berarti memastikan agar Warta Injil tidak hanya berada sebagai teori atau konsep teologis, tetapi juga menjadi bagian integral dan nyata dari kehidupan individu maupun komunitas.

III.   Pastoral Dalam Dunia Politik

Sebagaimana kita ketahui, setelah sejumlah tahun menjalankan mandat pastoral, Bapak Tom Beanal memutuskan untuk berkarya di bidang karya yang lebih luas. Beliau memulai pergerakannya di dunia Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan kemudian terjun ke dunia politik. Tentu saja, keterlibatan semacam ini menjadi beban psikologi tersendiri bagi orang yang sebelumnya bergerak di dalam karya pastoral. Jika sebelumnya, mesti mengatakan “A” kepada “A” dan “B” tentang “B”, maka tidaklah demikian dalam dunia politik. Jawaban yang diberikan haruslah lebih diplomatis. Kalau dalam berpastoral, tujuan tidak boleh menghalalkan cara; maka sebaliknya dunia politik mengharus seseorang untuk “cerdik seperti ular dan tulus bagai merpati”. Dalam dunia seperti itulah almarhum Tom Beanal akhirnya melibatkan diri.

Sekali peristiwa, pada 25 Maret 2000, saya dipanggil oleh Bapak Alm. Drs. Agus Alue Alua; M.Th (Ketua STFT Fajar Timur yang juga mengampuh mata kuliah Teologi Kitab Suci) untuk bertemu di ruang kerjanya. Tujuan pemanggilannya adalah guna mengecek perkembangan tulisan akhir saya untuk program Pasca Sarjana. Di saat pembicaraan kami selesai, masuklah Alm. Bapak Tom Beanal dan Alm. P. Dr. Neles Tebai (Dosen Misiologi yang kemudian menjadi Ketua STFT Fajar Timur). Saya yang hendak berpamitan pun akhirnya terlibat dalam diskusi lepas mereka. Banyak hal yang dibicarakan, termasuk percakapan tentang konteks politik Indonesia dan persiapan menjelang Kongres Papua II. Dalam kaitan dengan soal ini, Bapak Tom Beanal mengingatkan, bahwa Kongres Papua II merupakan sebuah perhelatan politik yang potensial berdampak negatif bagi kehidupan masyarakat di Tanah Papua. Dan karenanya, keadilan, kebenaran dan kejujuran mesti dikedepankan dalam pembicaraan selama kongres berlangsung. Hal itu termasuk memberikan kesempatan yang sama kepada semua komponen masyarakat untuk menyampaikan pendapat mereka. Beliau sangat yakin, kalau hal-hal ini terpenuhi dalam seluruh percakapan selama kongres, dampaknya akan lebih positif dan memungkinkan terjadinya pembaharuan politik yang lebih manusiawi.

Catatan Bapak Tom Beanal dalam diskusi lepas ini tergolong sangat sederhana. Rasanya biasa-biasa saja. Tidak ada hal yang baru dan istimewa untuk sebuah pertemuan nonformal. Namun kesederhanaan beliau dalam cara berpikir ini, justru mengindikasikan beberapa hal berikut:

  1. Nilai kehidupan yang pencerahannya didapatkan semasa menempuh pendidikan dan peneguhannya yang diperoleh selama berkarya sebagai pastor awam, tidak luntur oleh tuntutan konteks sosial-politik. Bapak Tom Beanal tetap sama secara prinsipil. Dalam konteks sosial, beliau tetap menampilkan diri sebagai sesama dan manusia yang sederajat dengan yang lain; sementara dalam dunia politik, beliau masih tetap menampilkan dirinya sebagai seorang pastor yang bukan saja memperhitungkan dampak dari sebuah perhelatan publik, tetapi juga meletakkan pesta politik tersebut di atas nilai yang selalu berpotensi untuk memanusiakan manusia secara utuh dan menyeluruh. Beliau tidak berbicara tentang pangkat, jabatan dan kekuasaan; sebaliknya dia menyampaikan pikirannya tentang nilai untuk dipikirkan, didiskusikan dan diterapkan bersama-sama;
  2. Kongres Papua II merupakan metode dan proses untuk menetapkan sebuah keputusan yang mengatur kehidupan keseluruhan masyarakat di Tanah Papua. Aktifitas ini bersentuhan langsung dengan perebutan dan pelaksanaan kekuasaan. Dalam bahasa lain, Kongres Papua II dapat dilihat sebagai interaksi dan dinamika yang bertujuan untuk pengambilalihan kekuasaan. Sebagai demikian, sudah harus dirumuskan strategi yang memperhitungkan kemungkinan negosiasi dan kompromi guna mencapai tujuan politik. Oleh karena itu, rakyat mesti dipersatukan dan terlibat aktif dalam harapan maupun Tidak boleh ada cela yang memungkinkan timbulnya perpecahan dengan alasan apapun. Pikiran komunitas masyarakat yang diembankan kepada masing-masing utusan harus diberikan ruang dan waktu untuk disampaikan, lantas kemudian dirangkum dalam sebuah kesepakatan politik. Dengan membuka ruang diskusi seperti ini, Bapak Tom Beanal sebenarnya berbicara tentang langkah-langkah antisipatif yang mesti diperhatikan oleh panitia penyelenggara kongres demi penguatan masyarakat untuk memperjuangkan keadilan dan perdamaian dalam hidup bersama.
  3. Bapak Tom Beanal juga berbicara tentang pembaharuan politik. Itu artinya beliau sungguh sadar dan paham akan kondisi politik negara di Tanah Papua. Dari pengalamannya, Bapak Tom Beanal menyaksikan penderitaan yang ditanggung oleh Orang Asli Papua (OAP) sebagai akibat dari sistem politik dan penerapan yang sangat Sebut saja sebagai contoh:
    1. Kolonialisasi Domestik: dengan mandat kekuasaan yang ada, negara selalu memutuskan kebijakan politik tanpa perlu melakukan konsultasi publik, termasuk dalam tatacara perimbangan jumlah penduduk antar pulau dan provinsi. Sejak pengambilalihan Papua oleh Indonesia, negara mengirim sejumlah orang non Papua untuk bekerja dan menetap di Papua. Tindakan ini mencapai puncaknya dengan pelaksanaan program transmigrasi. Pemukiman transmigrasi yang berdampingan dengan perkampungan penduduk lokal telah menghasilkan gesekan yang tak terhindarkan. Selain dalam soal nilai dan pola hidup, benturan juga terjadi pada ketidakseimbangan demografi penduduk yang memicu lahirnya dominasi budaya. Dengan jumlah penduduk mayoritas, semua sendi kehidupan semakin dikuasai oleh warga transmigran. Akhirnya, segala hal yang dipunyai penduduk lokal berpindah kepemilikan. Kolonialisasi internal dan marginalisasi penduduk lokal oleh kelompok migran menjadi pemandangan biasa yang tidak perbah dipikirkan
    2. Pembangunan Diskriminatif: dalam konteks politik pendudukan, program transmigrasi mesti dilihat sebagai cara negara memalingkan wajah dari masyarakat pribumi untuk memberikan perhatian kepada kaum Hal ini menyata, tatkala negara menetapkan pemukiman transmigrasi sebagai pusat pembangunan. Sekolah, Puskesmas, Koperasi dan fasilitas pembangunan lainnya didirikan hanya di lokasi transmigrasi. Perkampungan penduduk lokal dibiarkan terlantar tanpa perhatian yang semestinya diberikan. Jika anak mau sekolah, ada orang pribumi yang sakit dan andai harus memenuhi kebutuhan hidup dengan berbelanja, penduduk lokal harus pergi ke pemukiman transmigrasi.
    3. Monopoli Ekonomi: perhatian pemerintah yang diskriminatif dan lebih menguntungkan kaum migran itu, juga berdampak pada dunia ekonomi dan bisnis. Sumber-sumber produksi, distribusi dan pemasaran dikuasai oleh kaum migran. Hal ini berlangsung, bukan hanya karena penduduk lokal tidak memiliki kompetensi yang memadai, tetapi juga karena negara lalai dan alpa dalam menyiapkan masyarakat pribumi untuk menghadapi.
    4. Kekerasan Kemanusiaan: bagai sebuah lagu tanpa akhir, persoalan ini tak pernah ada habisnya. Semenjak pendudukan Indonesia, Papua tidak pernah luput dari persoalan kekerasan terhadap kemanusiaan dan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia). Selain kasat mata, intensitas kejadiannya pun semakin

Demikianlah beberapa hal yang secara implisit diutarakan oleh Bapak Tom Beanal dalam diskusi lepas tadi. Refleksinya atas kenyataan sosial ini, menyiratkan kesadaran beliau tentang kehancuran penduduk lokal dalam menghadapi perubahan zaman. Ancaman kehancuran ini bukanlah sebuah potensi belaka, sebab akan segera terwujud di saat sebuah keputusan politik tidak berpihak kepada mereka. Tatkala rumah bersama yang bernama negara tidak bisa menjamin terpenuhinya kebebasan dan kenyamanan hidup yang dibutuh oleh manusia, maka tamatlah sudah ceritera dan impian tentang masa depan.

Penutup

Pemikiran, kehidupan dan karya seorang tokoh, selalu menjadi topik yang menarik untuk didalami. Dari upaya penelusuran semacam ini, dapat ditemukan banyak hal yang sebelumnya tidak terduga. Temuan itu bisa berupa komitmen dan konsistensi; tapi juga bisa dalam bentuk latar belakang dan motivasi yang menguatkan seseorang untuk memperjuangkan sebuah nilai. Demikian pula saat berkisah tentang pengenalan terhadap sosok Bapak Tom Beanal. Lika-liku hidup dan karya beliau tergolong kompleks: mula-mula bertugas sebagai pastor awam, kemudian menjadi aktifis LSM dan akhirnya pemimpin politik bangsa Papua. Namun yang lebih menantang untuk diselami dari beliau adalah memahami pondasi kehidupan yang memampukan dirinya untuk dengan gagah mendada semua tantangan. Atau dengan bahasa lain, untuk mengerti konsistensi perjuangan Bapak Tom Beanal, invisible spirit yang menguatkan beliau mesti dipahami lebih dulu.

Akhirnya, dari kisah singkat pengenalan dengan Bapak Tom Beanal, penulis melihat dengan jelas bahwa konsistensi perjuangan Bapak Tom Beanal dibangun di atas dasar pendidikan dan karya sebagai sebagai seorang pastor. Dari sanalah beliau selalu mendapatkan energi untuk kokoh berdiri menantang kelaliman.

Paitua Tom, terimakasih berlimpah untuk teladan dan inspirasimu. Dito Yepmum ……..

Keuskupan Timika

Official WEB Keuskupan Timika di kelola oleh Komisi Komunikasi Sosial

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button