Majalah Gaiya

PERJUMPAAN YANG MENGUBAH HATI

Oleh: Fr. Yuven Migani Belau

Perjumpaan adalah tanda belas kasih Allah yang dapat mengubah hati setiap manusia secara sepenuhnya. Setiap hati memiliki kisahnya. Ada hati yang keras karena luka, hati yang rapuh karena kehilangan, dan hati yang tertutup karena kekecewaan. Namun, dalam terang iman Kristiani, hati manusia tidak pernah terlalu jauh untuk disentuh oleh kasih-Nya. Perjumpaan baik dengan Allah maupun dengan sesama memiliki kuasa untuk mengubah hati: dari batu menjadi daging, dari yang tertutup menjadi terbuka, dari takut menjadi percaya. Itulah tanda-tanda belas kasih Allah kepada seluruh umat manusia di dunia ini, dan Yesus menjadi tanda belas kasih Allah di zaman ini.

Allah yang Menyentuh Hati Lewat Perjumpaan

Perjumpaan menghadirkan iman akan Yesus Kristus dan membawa keselamatan bagi setiap pribadi orang dengan penuh cinta. Cinta-Nya dapat mengubah setiap kita dari berbagai macam cara hidup kita dengan penuh kasih. Kasih-Nya memusatkan diri kepada Kristus, karena kasih-Nya dapat mengubah setiap pribadi orang untuk berubahnya melalui perjumpaan kasih-Nya. Dalam Dialah kita mewujudkan kebaikan bersama, sebab kasih persaudaraan perlu dikembangkan demi nilai kasih Allah yang dapat menyantukan setiap hati umat manusia dalam kasih persaudaraan yang sejati dalam Tuhan Allah.

Oleh karena itu, setiap kita dipanggil untuk mewujudkan kebaikan Allah  dalam hidup bersama atau bonum commune, artinya bahwa kita dipanggil untuk membangun kebersamaan dalam komunitas untuk menghadirkan sukacita dan kebenaran iman akan cinta kasih Allah. Maka itu, di mana Allah mengubah hati manusia lewat perjumpaan. Dalam konteks ini, kita bisa melihat Nabi Elia mengalami Allah bukan dalam badai atau gempa, tetapi dalam suara lembut yang menyentuh hatinya (lih. 1 Raj 19:11-13). Dan juga hati Zakheus berubah setelah dijumpai Yesus dan diterima dengan penuh kasih (lih. Luk 19:1-10). Lebih rinci dalam pembahasan ini, ditegaskan pula oleh Yehezkiel dalam Kitabnya yaitu: “Aku akan memberikan hati yang baru kepadamu, dan roh yang baru di dalam batinmu; dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan memberikan kepadamu hati yang taat” (lih.Yeh 36:26).

Semua kutipan Kitab Suci di atas dapat menguraikan karya Allah yang hadir dalam setiap kehidupan manusia dan Tuhan Yesus dapat mengubah hati manusia dengan paksaan, tetapi dengan tatapan belas kasih, seperti yang Ia berikan kepada Petrus setelah penyangkalannya (lih. Luk 22:61). Tatapan itu mengubah luka menjadi pertobatan sejati. Hal ini dapat menghantar setiap orang kepada kegembiran hidupnya. Itulah sebabnya Allah mencintai umat-Nya, karena kita mau mendengarkan suara Tuhan dalam hidupnya. Artinya bahwa kata-kata-Nya mampu memberikan kekuatan bagi manusia yang lemah.

Hati yang Diubah Melalui Pengalaman Kasih

Setiap perjumpaan manusia digerakan oleh hati. Hati menggerakan diri manusia untuk berjumpa dan menjumpai untuk membangun persaudaraan dalam kasih. Perjumpaan itu menghadirkan sukacita kasih bagi sesama dengan membagikan pengalaman hidup yang dipenuhi oleh sukacita kasih Injil dan itu semua berasal dari hati. Hati diubah untuk menerima kebaikan Allah melalui perjumpaan dan pengalaman hidup kasih bersama.

Berdasarkan hal di atas Paus Fransiskus dalam ensiklik Evangelii Gaudium menekankan bahwa: “Perjumpaan pribadi dengan kasih Yesus Kristus yang menyelamatkan adalah awal dari segala pembaharuan” (lih. EG 3). Maka itu, pesan paus ini mengarah pada nilai dan dimensi perjumpaan antara pribadi Yesus dan diri manusia melalui doa, ekaristi, berderma, menjumpai sesama yang menderita, miskin, terlantar, dipinggirkan, di musuhi, dijauhi, ditindas. Itulah perjumpaan yang sesungguhnya untuk menghadirkan sukacita kasih yang sesungguhnya melalui perjumpaan bersama mereka yang dijumpai dan itu adalah pengalaman hidup kasih yang tulus.

Oleh karena itu, perubahan hati tidak lahir dari rasa takut, melainkan dari pengalaman yang dikasihi tanpa syarat. Ini merupakan salah satu hal yang dialami oleh perempuan berdosa yang membasuh kaki Yesus dengan air mata (lih. Luk 7:36–50). Ia diampuni karena ia mengasihi dengan besar. Pengalaman seorang perempuan berdosa ini adalah pengalaman hidup kasih yang dialami oleh seorang perempuan ini merupakan kasih yang tulus, karena ia merendahkan diri dan memohon ampun atas dosa-dosanya. Pengalamannya mengubah dan membuka hati untuk memperoleh kehidupan baru dalam hidupnya dan merendahkan diri kepada Yesus Sang sumber pengampunan sejati. Dan ia rela membuka hati dan dirinya untuk memperoleh keselamatan dalam hidup dan memperoleh perubahan dalam dirinya.

Panggilan untuk Bertumbuh dalam Relasi Kasih

Panggilan setiap manusia adalah panggilan untuk bertumbuh dan berkembang dalam membangun kasih Kristus. Membangun kasih Kristus dalam hidup bersama dan menghidupkan kasih persaudaran sebagai satu keluarga. Maka itu, setiap manusia dipanggil untuk membangun relasi kasih Kristus dalam hidup bersama sebagaimana mestinya yang dikehendaki oleh-Nya. Dalam konteks ini. dimana dokumen Konsili Vatikan II melalui Gaudium et Spes, menggarisbawahi dalam konteks ini yaitu; manusia adalah makhluk yang dipanggil untuk hidup dalam relasi. Ketika hati kita menjumpai kasih sejati, hati kita diubah untuk lebih mencintai dan melayani. Dan manusia hanya dapat menemukan diri sepenuhnya melalui pemberian diri secara tulus kepada orang lain (lih. GS 24).

Setiap pribadi manusia dipanggil untuk menjadi saksi yang mengubah setiap dimensi kehidupan manusia. dipanggil untuk mengubah hidupnya dan berserah diri kepada Allah sepenuhnya. Dalam konteks ini, kita melihat kehidupan awal Santo Agustinus dulunya adalah seorang yang hidup jauh dari Allah. Tetapi perjumpaannya dengan kasih Allah lewat doa-doa ibunya, Santa Monika, dan khotbah Santo Ambrosius dapat mengubah hatinya dengan seruan hatinya secara tulus mengatakan; Gelisah hatiku sebelum beristirahat dalam Engkau, ya Allah. Kutipan dari Santo Agustinus ini merupakan pengalaman hidup yang mengajarkan pada nilai-nilai kasih dan sukacita Kristus yang mengubah hidupnya melalui sesama kita di zaman ini.

Berdasarkan pengalaman hidup St. Agustinus di atas dialami pula oleh seorang budak yang bernama Santa Bakhita, yang pernah menjadi budak saat itu, pun dapat mengalami perjumpaan dengan kasih Kristus melalui para biarawati Canossian, yang membawanya pada pengalaman yang mengarah pada kebebasan dan pengampunan. Perjumpaan dan pengalaman hidup para Santo dan Santa mengajarkan kepada setiap kita untuk memaknai kasih Allah itu dalam hidup dengan penuh rendah hati dan bijaksana. Bijaksana untuk menjumpai sesama dengan penuh kasih dan sukacita, karena pengalaman hidup itu akan dapat mengubah setiap kita secara tulus. Pengalaman hidup kedua Santo dan Santa di atas menjadi teladan dan inspirasi bagi setiap manusia di zaman ini, serta dapat memaknai hidup panggilannya dengan tulus dan ikhlas.

Perjumpaan yang Mengubah dan Memurnikan Hati

Perjumpaan antara sesama dengan Pribadi Yesus Kristus melalui Ekaristi Kudus dapat mengubah setiap kehidupan manusia secara tulus. Karena perjumpaan kita menghadirkan sukacita kasih Kristus dalam kehidupan bersama. Oleh karena itu, dalam konteks ini Paus Benediktus XVI melalui Sacramentum Caritatis mempertegaskan bahwa; Dalam Ekaristi, kita tidak hanya mengenang kasih Kristus, kita menerima dan menjadi bagian dari kasih itu (lih. SC 11). Artikel ini, menekankan pada pentingnya aspek Ekaristi sebagai sumber kasih yang menghadirkan keselamatan dan kehidupan yang baru bagi semua manusia di zaman ini, dan melalui Ekaristi memanggil setiap kita untuk membangun relasi bersama dengan-Nya.

Oleh karena itu, Ekaristi Kudus menghadirkan sumber cinta yang menyelamatkan. Sumber cinta kasih yang hadir berupa roti dan anggur dapat mengubah setiap pribadi manusia untuk memurnikan hati dan dirinya dalam hidup panggilannya. Dalam nasihat sacramentum caritatis di atas, paus Benediktus XVI memberikan arah yang jelas pada aspek sukacita kasih yang dapat menjiwai setiap manusia dalam hidupnya. Sukacita Injil yang menghidupkan setiap manusia melalui Ekaristi kudus yang menyatakan diri-Nya kepada semua orang. Artinya bahwa, setiap kali kita menerima Ekaristi dengan hati terbuka, serta kita berjumpa langsung dengan Kristus yang hidup, yang menyentuh dan membentuk hati setiap kita menjadi semakin seperti Dia.

Dalam konteks ini, dimana ensiklik Maximum IIIud mempertegaskan bahwa Kasih Kristus atas kemuliaan-Nya, merupakan satu-satunya hal yang penting bagi misionaris (lih. MI 13). Setiap kita semua adalah misionaris-misionaris yang dipanggil untuk dapat mewartakan sukacita kasih Kristus sejati kepada sesama manusia di dunia ini, tampa memandang suku, budaya, warna kulit dan bahasa. Untuk itu, saat kita menghadapi pengalaman hidup yang membuat iman akan Yesus Kristus dapat bertumbuh dan berkembang dalam hidup Ekaristi sebagai lambang dan simbol keselamatan kita manusia.

Penutup

Di akhir tulisan ini, perjumpaan merupakan jalan menuju pertobatan dan perubahan sejati dalam hidupnya. Perjumpaan yang sejati tidak pernah membiarkan hati kita tetap sama, karena kasih-Nya dapat mengubah, menyembuhkan, dan menggerakkan hati untuk kembali kepada Allah dan melayani sesama. Dunia hari ini tidak hanya membutuhkan kata-kata, tetapi hati yang telah diubah oleh kasih-Nya. lebih rinci ditegaskan pula dalam Injil Matius bahwa: “Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (lih. Mat 25:40).

Keuskupan Timika
Author: Keuskupan Timika

Official WEB Keuskupan Timika di kelola oleh Komisi Komunikasi Sosial

Keuskupan Timika

Official WEB Keuskupan Timika di kelola oleh Komisi Komunikasi Sosial

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button