Majalah Gaiya

KESELAMATAN YANG BERSIFAT UNIVERSAL

(Sebuah Refleksi Biblis Kitab Wahyu 7:9-17)

Inilah Wahyu Yesus Kristus, yang dikaruniakan Allah kepada-Nya supaya ditunjukan-Nya kepada hamba-hamba-Nya apa yang harus segera terjadi. Dan oleh malaikat-Nya yang diutus-Nya, Ia telah menyatakannya kepada hamba-Nya Yohanes” (Wahyu 1:1) adalah tujuan penulisan sekaligus siapa yang telah menuliskan surat ini. Adapun kata Arab-Indonesia mengambil kata “wahyu” ini dari Bahasa Yunani apokalypsis, yang secara harafiah diartikan sebagai penyingkapan, mengambil selubung dari yang tersembunyi. Para ahli Kitab Wahyu, mengartikan usaha penyingkapan ini dengan Apokaliptik (Groenen, 1984:381). Terkait dengan Kitab Wahyu, ada juga yang memaknainya sebagai:

Kitab Wahyu adalah sebuah buku yang dirancang untuk dibaca dalam relasi intertekstual yang konstan dengan Perjanjian Lama. Yohanes menulis kitab Wahyu dengan apa yang ia pahami mengenai pekerjaan tulisan Alkitab yang berkenan dengan hal profetis, klimaks dari pewahyuan yang bersifat profetis, yang mengumpulkan makna-makna profetis dari kitab Perjanjian Lama untuk menyingkapkannya dalam bentuk penggenapan-penggenapan yang telah dan akan digenapi di hari-hari terakhir (Bauckham, 1993: xi).

Pada perikop 7:9-17 ini, penulis Kitab Wahyu yaitu Yohanes memberi kita gambaran tentang bagaimana segala sesuatu seharusnya terjadi. Orang-orang yang ia lihat mengenakan jubah putih dan membawa daun palem. Jubah merupakan bagian penting dari pakaian dalam Alkitab. Jubah tidak hanya menandakan pakaian luar, tetapi juga mengungkapkan siapa orang tersebut, apa statusnya. Jadi, anak yang hilang diberi jubah baru, bukan hanya agar ia memiliki sesuatu yang bersih untuk dikenakan, tetapi sebagai tanda bahwa ia telah dipulihkan tempatnya dalam keluarga (Lukas 15:22). Oleh karena itu, orang-orang percaya mengenakan jubah putih kemurnian, dan mereka membawa daun palem sebagai tanda kemenangan dan sukacita setelah perang. Kumpulan orang yang tidak terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba Allah, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Hal ini menegaskan bahwa orang-orang yang datang ke hadapan Allah untuk memuji sekaligus memohon berkat dari-Nya.

a). Ayat 9-10, Perkumpulan orang percaya yang datang dari segala suku, bangsa, kaum, dan bahasa. Mereka datang dan berkumpul untuk mengungkapkan kegembiraan dan rasa syukur atas pembebasan yang mereka harapkan. Sebab jubah putih yang mereka kenakan adalah lambang ketulusan dan kesucian hati, sedangkan daun palem melambangkan rasa syukur di hadapan takhta Anak Domba. Pada ayat 10, kumpulan orang percaya tersebut bersyukur dan berseru  sebagai tanda dan lambang kemenangan seraya berkata “keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba!”. Bahwa ini mengungkapan kegemberiaan atas segala penantian yang selama ini mereka harapkan.

b). Pada ayat 11-12, Semua penghuni surga: malaikat, tua-tua, empat makhluh hidup, mengamini. Pujian mereka hampir sama dengan pujian lain yang terdapat dalam kitab Wahyu “katanya dengan suara nyaring: Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian” (Wahyu 5:12) hanya langsung ditunjukan kepada “Allah kita”. Di sini tampak jelas bahwa kata “amin” adalah gambaran penantian yang diharapkan menyelamatan dan membebaskan orang-orang beriman dari segala penderitaan yang mereka alami. Kedatangan Sang Penyelamat tersebut diterima dengan hati yang terbuka.

c). Pada ayat 13-14, Tua-tua itu bertanya kepada Yohanes: Siapakah mereka yang memakai jubah putih itu dan dari manakah mereka datang? Pertanyaan ini diajukan kepada Yohanes dengan maksud untuk menyadarkan Yohanes bahwa kumpulan besar orang banyak itu telah ditebus oleh Kristus dengan darah-Nya. Warna jubah putih melambangkan kesucian dan kemurnian karena jubah orang banyak itu telah dicuci dengan darah Anak Domba itu (Hakh, 2020:126). Selain itu, kesusahan besar yang dimaksudkan dalam ayat 14 ini adalah gambaran pristiwa atau kejadian yang akan menimpah manusia pada hari terakhir. Sebab ada keyakinan bahwa Tetapi mungkin pada masa itu, ketika penganiayaan menjadi begitu berat, tidak banyak orang percaya yang setia kepada Kristus boleh hidup tenteram dan meninggal secara damai. Mungkin unsurekesyahi dan ada tersirat dalam kata keluar dari Kesusahan Besar.

d). Pada ayat 15, Hak “barang siapa yang menang” dalam 3:12, karena mereka juga “tidak akan keluar lagi dari situ”, yaitu dari “Bait Suci Allah-Ku”. Ternyata, dalam pasal dua dan pasal tiga, kita membaca janji-janji bagi orang percaya yang setia sampai mati, dan di dalam bagian ini kita melihat penggenapan janji-janji itu dikatakan bahwa darah Kristus yang telah menyucikan kumpulan orang-orang tersebut karena mereka telah membnuhi prasyarat tersebut lalu mereka hadir di hadapan Allah atau Allah membentangkan kemah-Nya di atas mereka. Hal tersebut menandakan keakraban (kata kerja berkemah, eskenosen, berkaitan dengan ajaran Shekinah) yang berarti kehadiran Allah yang nampak di kemah perjanjian, dan di dalam Bait Allah.

e). Pada ayat 16-17, Kesetiaan manusia kepada Allah akan membawa berkat, sebab mereka tidak akan menderita lapar, dahaga, dan matahari atau panas terik tidak akan menimpa mereka lagi. Sebab Allah adalah gembala yang melindungi domba-domba-Nya dari serangan binatang buas, mengobati yang sakit, menggendong yang lemah, mencari yang hilang, memberi makan serta membaringkan mereka di padang yang berumput hijau, menuntun mereka ke air yang tenang (bdk. Yes. 40:11; Mzm. 23) dan mata air kehidupan yang merupakan simbol untuk hidup yang kekal (Yes. 55:1; Yoh. 7:38, 39). Ayat terakhir dari perikop ini menggambarkan betapa indah kasih dan kelemah-lembutan Allah yang menghapus segala air mata dari mereka yang menderita penganiayaan dan penindasan karena Kristus, dan betapa bahagia dan sukacitanya orang-orang kudus itu hidup bersama Dia. Mereka tidak lagi mengalami kesusahan dan air mata. Situasi ini merupakan suatu suasana sukacita dalam surga. Semua ini dapat terjadi jika manusia selalu setia dan taat kepada kehendak Allah (Hakh, 2020: 165).

1. Keselamatan, sukacita dan kebahagiaan hingga akhir bagi orang-orang setia

Pada dasarnya, keselamatan yang dialami dan diperoleh manusia dilihat sebagai kemurahan hati Allah dan wujud kasih karunia-Nya atas dasar cinta (Imuly, Hukubun, 2019:89). Cintalah yang menggerakan Allah untuk menyelamatkan manusia. Dalam Kitab Wahyu, khususnya dalam perikop 7:10-12 dikatakan bahwa:

10“Dan mereka berseru dengan suara nyaring katanya: “Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba!” .11Lalu semua malaikat berdiri mengelilingi takhta dan tua-tua dan keempat makhluk itu; lalu mereka tersungkur di hadapan takhta itu dan menyembah Allah,  12sambil berkata: “Amin! Puji-pujian dan kemuliaan, dan hikmat dan syukur, dan hormat dan kekuasaan dan kekuatan bagi Allah kita sampai selama-lamanya! Amin!”.

Kumpulan orang-orang percaya yang digambarkan oleh penulis kitab Wahyu yang sedang menantikan sang penyelamat yang dapat membebaskan mereka dari segala penderitaan yang mereka alami saat itu. Di tengah pengharapan tersebut, muncul sosok penyelamat yang akan membebaskan dan menyelamatkan mereka yang menantikan serta merindukan kedatanngan-Nya. Selain itu, beberapa gambaran sang penyelamat bagi orang percaya akan membuat mereka tidak akan kelaparan atau kehausan lagi, domba-domba akan memiliki gembala, dan Allah akan menghapus air mata orang pilihan-Nya (Bergant, Karris ed, 2002:494).

2. Anak Domba

Istilah Anak Domba pun dirasakan penting untuk ditafsirkan dalam kaitan dengan penafsiran dan pemaknaan Kitab Wahyu. Istilah Anak Domba telah disebutkan sebanyak empat kali dalam bagian ini (ayat 9;  10; 14; 17). Istilah atau gelar Anak Domba dalam tradisi kekristenan mula-mula merujuk kepada Yesus Kristus. Salah satu contohnya dapat kita bandingkan dengan Injil Yohanes yang mengatakan bahwa “pada keesokan harinya Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan berkata: “Lihatlah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia” (Yohanes 1:29). Dalam perikop ini, dijelaskan bahwa Sang Anak Domba berdiri di suatu tempat yang sentral, di tengah-tengah takhta Kristus, dan semua malaikat berdiri mengelilingi takhta, tua-tua serta keempat makhluk itu; mereka tersungkur di hadapan takhta itu dan menyembah Allah yang tidak menampakkan diri dalam rupa seorang manusia (Imuly, Hekubun, 2019:101). Pada perikop Wahyu 7:9-17 sosok Anak Domba juga disebut. Ia dalam perikop ini digambarkan sebagai sosok yang sangat dihormati. Sebab, orang-orang yang datang kepada-Nya memakai jubah putih dan memegang daun palem. Sebagaimana yang telah kami katakan di atas bahwa ia tidak dijelaskan ciri-cirinya dengan jelas. Namun kami berkesimpulan bahwa Ia adalah pribadi yang Kudus dan sangat di hormati oleh manusia. Sebab, orang-orang yang datang kepada-Nya berseru  “Amin! Puji-pujian dan kemuliaan dan hikmat, dan syukur, dan hormat dan kekuasaan dan kekuatan bagi Allah kita sampai selama-lamanya” (Wahyu 7:12).

3. Kerajaan Surga

Orang-orang suci yang digambarkan oleh Yohanes dalam tulisan Wahyu ini adalah Kumpulan orang-orang suci yang datang dari segala bangsa, suku dan bahasa berdiri di hadapan Allah. Mereka mengenakan jubah putih sebagai lambang kesucian jiwa mereka, serta kemenangan yang mereka peroleh, dan memegang daun palem sebagai lambang sukacita dan perayaan atas kemenangan yang mereka peroleh. Jawaban menarik atas pertanyaan yang diajukan oleh seorang tua-tua kepada Yohanes, “Siapakah mereka yang memakai jubah putih itu dan dari manakah mereka datang?” (Wahyu, 9:13) merupakan gambaran kerajaan Surga. Dikatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang telah lepas dari kesusahan besar yang dialami selama berada di dunia ini. Jubah putih yang mereka kenakan adalah lambang kembangkitan mereka. Sebagai orang beriman, mereka telah menanggung penderitaan karena mengalami banyak penganiayaan sampai mati demi Kristus. Setelah penderitaan tersebut berakhir, kini mereka berdiri di hadapan takhta Allah dan tinggal bersama Dia. Allah telah menyediakan tempat dan membentangkan kemah yang nyaman bagi mereka. Bagaikan iman mereka akan melayani Allah dalam bait suci-Nya. Bagaikan kawanan domba yang digembalakan di dekat mata air kehidupan, mereka hidup aman dan damai dalam perlindungan Anak Domba. Oleh karena itu, mereka tidak lagi merasa lapar dan dahaga, dan kesedihan yang pernah mereka rasakan selama berada di dunia tidak akan menyentuh mereka lagi sebab Allah akan menghapus air mata mereka (Marsanu, 2013:90-91).

4. Penghiburan dalam Penderitaan

Orang-orang dalam penglihatan ini digambarkan sebagai “orang-orang yang keluar dari kesusahan yang besar” (Wahyu 7:14). Ini menunjukkan bahwa mereka telah mengalami penderitaan dan penganiayaan karena iman mereka, dan kesetian mereka kepada Allah. Namun, mereka juga digambarkan sebagai orang-orang yang telah “mencuci jubah mereka dan membuatnya putih dalam darah Anak Domba” (Wahyu 7:14). Ini melambangkan pembersihan dosa dan pengudusan melalui pengorbanan Kristus. Allah berjanji untuk menghibur mereka dan menghapus air mata mereka (Wahyu 7:17). Ini memberikan harapan bagi orang-orang percaya yang mengalami penderitaan, bahwa Allah akan memberikan penghiburan dan kelegaan pada akhirnya. Penderitaan yang dialami oleh kumpulan orang-orang percaya yang digambarkan oleh Yohanes dalam kitabnya tersebut adalah orang-orang yang sangat menantikan kebebasan yang dapat mengubah nasib hidup mereka. Oleh karena itu, mereka membersihkan kekotoran diri akibat perbuatan dosa yang bertentangan dengan kehendak Allah yang ditandai dengan “pencucian jubah”. Sehingga dapat kami simpulkan bawha kumpulan orang-orang tersebut sangat menyadari kekelaman diri mereka dan siap untuk menantikan kedatangan sang penyelamat tersebut.

Kesimpulan

Sebagaiman yang dikatakan pada awal perikop dari Kitab Wahyu 7:9-12 ini, Yohanes mengungkapkan dan menggambarkan penglihatan tentang sejumlah besar orang yang datang dari segala suku, bahasa, kaum dan bangsa untuk berkumpul dengan tujuan menyembah Allah dan Anak Domba yang ada di surga. Mereka berpakaian putih dan memegang daun palem, melambangkan kemenangan dan sukacita. Mereka berseru memuji Allah dan Anak Domba atas keselamatan yang mereka terima. Hal ini dapat kita temukan dalam ayat yang terakhir yaitu Yohanes sekali lagi bermain dengan bahasa dan gambaran. Anak Dombalah yang akan menjadi gembala (juga dalam 12:5, 19:15) yang menuntun umat Allah ke “mata air kehidupan.” “Dan Allah akan menghapus segala air mata dari mata mereka” (lihat juga 21:1-4). Penglihatan Yohanes ini tentunya membawa pengharapan, penghiburan, dan kekuatan bagi umat beriman saat itu yang sedang mengalami kekrisisan dalam hidup mereka. Kitab Wahyu menegaskan bahwa meskipun mereka menghadapi kesulitan dan penindasan, mereka akan diselamatkan dan bergabung dengan orang-orang kudus lainnya di surga untuk menyembah Allah selama-lamanya. Selain itu, bagian ini juga menekankan bahwa keselamatan yang ditawarkan oleh Allah terbuka bagi semua orang, tanpa memandang suku, bangsa, atau status sosial. Ini adalah panggilan bagi semua orang untuk bertobat dan percaya kepada Kristus agar mereka juga dapat menjadi bagian dari kumpulan besar orang yang diselamatkan. Melalui perikop ini, kita akan menemukan beberapa pokok penting yaitu Allah adalah sumber penghiburan serta pengharapan bagi umat beriman yang percaya dan beriman kepada-Nya, sehingga keselamatan yang berasal dari pada-Nya berlaku umum atau tidak hanya berpusat pada bangsa Israel, dan Allah selalu membuka hati bagi umat-nya yang dengan ketulusan hati bertobat dan kembali kepada-Nya.

Penulis: Fr. Martinus Hakomala Gobai

 

Daftar Pustaka

Bauckham, Richard. 1993. The Climax of Prophecy: Studies on the Book of Revelation Edinburgh: T&T Clark.

Bergant, Dianne. Karris, Robert J, editor. 2002.Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius.

Greonen, C. 1984. Pengantar Ke dalam Perjanjian Baru, Yogyarakrta: Kanisius.

Hakh, Samuel B.2020. Kitab Wahyu: Menafsir Dan Memberitakan Penyertaan Allah Dalam Perjuangan Iman Umat. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Imuly, Meykes. dan Hukubun Monike. “Keselamatan Universal dalam Wahyu7:9-17,”

dalam Jurnal Ilmiah Teologi dan Studi Agama 1/1 (2019), halaman 89. URL: http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=2975121&val=26612&title=KESELAMATAN%20UNIVERSAL%20DALAM%20WAHYU%2071-17. Diakses pada 12 Februari 2025, pukul 21:00.

Marsanu, YM, Seto. 2013. Membuka Meterai Kitab Wahyu. Yogyakarta: Kanisius.

Keuskupan Timika

Official WEB Keuskupan Timika di kelola oleh Komisi Komunikasi Sosial

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button