“KARL MARX, GERTAK DAN TRANSPARANSI KEUANGAN”
GERAKAN PASTORAL MENATA EKONOMI-SOSIAL UMAT DI PAROKI MODIO DALAM TERANG KARL MARX
Abstrak:
Tujuan dari penelitian ini untuk mencari data dan menjelaskan tentang dinamika pastoral menata ekonomi-sosial umat di paroki Modio, keuskupan Timika dalam terang Karl Marx. Penelitian ini berupa studi kepustakaan dan wawancara dengan menggunakan metode kualitatif yaitu dengan cara membaca, mendalami dan menganalisa secara kritis tulisan dari beberapa sumber yang terkait dan juga hasil wawancara kemudian ditarik sebuah kesimpulan. Dengan demikian, hasil yang diperoleh melalui penelitian ini ialah: Karl Marx mengajak supaya semua orang kembali menata kebutuhan ekonomi. Semua kebutuhan mendasar manusia ialah uang maka manusia harus menata bagaiman membangun cara berpikir, mentalitas dan kesadaran dalam mengelola keuangan. Dalam konteks kehidupan menggereja, para pelayan (Pastor Paroki) diharapkan agar sungguh mengenal dan menanggapi persoalan di tengah umat dan berusaha untuk mendorong, membimbing, memfasilitasi umat untuk berusaha menghasilkan uang dan mengelola keuangannya dengan baik. Misalnya, Gereja Keuskupan Timika telah menghidupkan gerakan Tungku Api Keluarga, yakni gerakan mengelola dan melindungi dusun yang dipelopori oleh Mgr Joh Philip Saklil. Jejak pastoral Mgr John bersama para imamnya tidak hanya mewartakan di mimbar, memberkati saja tetapi memiliki iman yang terlibat, aktif menata ekonomi-sisoal umat di paroki-paroki agar umat juga dapat bertumbuh dan berkembang menuju kemandirian iman dan mandiri dalam hal finansial. Dalam reksa pastoralnya, Pastor Paroki juga menghayati kemiskinan dan selalu mengedepankan transparansi dalam mengelola keuangan.
Kata Kunci: Karl Marx; Ekonomi-Soaisal Umat; GERTAK; Transparansi
A. Pendahuluan
Sto. Yohanes Paulus II dalam anjuran apostolic Pastores Dabo Vobis menegaskan mengenai empat poin penting dalam pembinaan calon imam agar membentuk imam yang menyerupai Kristus, yakni: 1) pembinaan manusiawi, 2) hidup kerohanian, 3) aspek intelektual, 4) pendidikan pastoral. Pembinaan calon imam sangat dibutuhkan agar membangun nilai kepekaan, tanggap dan sungguh menaruh perhatian terhadap keinginan, kebutuhan, keprihatinan, harapan, suka dan duka, beban yang sedang di hadapi oleh umatnya (Paulus II, 1992).
Sosok imam yang ideal meliputi beberapa hal, yaitu: 1) Imam yang pendoa. Seorang imam yang memiliki hidup spiritual yang otentik akan memancarkan wajah kasih Kristus dalam pelayanan. Oleh karena itu, ia perlu menyediakan waktu untuk perayaan ibadat harian, pemeriksaan batin, doa batin; bacaan rohani; saat-saat silensium; bimbingan rohani dan pengakuan dosa. 2) Imam yang berkotbah dengan contoh. Seorang imam menemukan kehendak Tuhan melalui membaca Kitab Suci dan merenungkannya kemudian menyampaikan pesan Tuhan dengan pemahaman yang benar. Singkatnya ia mewartakan apa yang diperbuatnya dan melakukan apa yang diwartakannya. 3) Imam yang ekaristis, artinya imam menghayati doa pribadi kemudian mewartakannya dengan contoh nyata dalam karya pastoral. Dan seluruh pergumulan hidupnya tersebut dipersembahkan di dalam Perayaan Ekaristi yang menjadi pusat cinta kasih pastoral dan sebagai sumber serta puncak keselamatan bagi dirinya dan umat (Church, 2010). 4) Imam yang Menyembuhkan. Kristus mempercayakan kuasanya kepada para rasul dan penggantinya untuk karya memperdamaikan Allah dengan manusia melalui pelayanan pelayanan pastoral. Santo Paulus dalam pelayanan Firman Tuhan, ia tidak hanya mewartakan dan memberkati tetapi juga menjadi pedagang kulit binatang. Penghasilan kulit binatang tersebut digunakan untuk kebutuhan pelayanan. Ditegaskan pula dalam Kisah Para Rasul bahwa umat perdana sehati sejiwa, mereka menjual segala hasil miliknya dan membawanya ke hadapan para rasul juga sesamanya. Mereka memiliki segalanya karena mental, pikiran dan kesadaran mereka sudah terbina dengan baik untuk melayani sesama.
Dalam Gaudium et Spes ditegaskan bahwa seorang gembala harus terlibat aktif dalam pergumulan, kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan yang dihadapi oleh umat gembalaannya. Ajaran ini juga menegaskan perintah Yesus agar memberi mereka makan. Dalam kenyataannya, sudah tampak Gereja Keuskupan (Paroki) menjaga dan memlihara kawanan umat agar tetap bersatu di dalam pewartaan, doa, membangun persekutuan, pelayanan dan kesaksian. Namun pelayanan tersebut masih bersifat rohani saja.
Sampai saat ini memang betul bahwa aset-aset keuskupan seperti SDM dan SDA sungguh melimpah namun pertumbuhan iman dan karya kasih masih berjalan lambat, belum ada perkembangan yang signifikan. Mungkin salah satu penyebab ialah sebagian besar para pelayan Gereja masih disorientasi pada imamat. Mereka berusaha membangun bisnis untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu sehingga berdampak buruk terhadap visi, misi pengembangan iman dan keselamatan jiwa. Pengamatan saya bahwa di beberapa keuskupan juga masih menghadapi penyalahgunaan keuangan oleh oknum Pastor Paroki. Pada paroki tertentu sudah dibagikan amplop APP tetapi hanya beberapa orang yang menyumbangkan uang APP. Umat juga tidak ada penghasilan tetap tetapi bersyukur masih ada sumbangan kolekte pada misa hari minggu, sementara uang APP juga disesuaikan. Pertanyaannya ialah apa upaya pastoral ekonomi yang cocok untuk memberi makan umat dengan cara membangun mental, pola pikir dan kesadaran? Bagaimana cara mendorong umat agar selalu memberikan uang kolekte? Bagaimana mentalitas pastor dalam mengelola keuangan paroki?
Hal yang perlu dipikirkan ialah seorang pastor perlu memahami situasi dan kondisi umat dan kebutuhan umat terlebih dahulu sebelum membuat aneka program pastoral. Dengan demikian pastor akan mudah menanggapi dan menjawab persoalan yang mereka hadapi. Singkatnya, pastor harus terlibat mendorong umat menemukan pekerjaan yang layak agar dapat menghasilkan uang, membimbing dan membantu mereka mengelola uang dengan benar untuk berbagai kebutuhan dalam keluarga, kebutuhan sosial masyarakat dan Gereja.
B. Pembahasan
a. Karl Marx
Peter Singer, dalam sebuah bukunya tentang pengantar singkat pemikiran Karl Marx, menggambarkan tentang pokok pemikiran seorang yang cerdas dan dapat disandingkan dengan kehidupan Yesus. Ia dianggap sebagai Yesus sekular (Singer, 2021). Karl Marx memiliki pemikiran yang mendorong setiap manusia untuk mengungkapkan kebebasannya. Buku ini berisi sepuluh bab namun kami mengambil beberapa pokok pemikiran Marx. Bab I tentang biografi Marx. Ia kelahiran Prancis dan mengembangkan pemikiran Jerman yang sungguh liberal. Ia berteman dengan Bruno Bauer dan Friedrich Engels. Latar belakang kehidupan Jerman sangat memprihatinkan antara Penguasa dan rakyat jelata. Maka munculah pemikirannya tentang kapitalisme. Bab II, Ia bersama bebrapa temannya seperti Arnold Ruge, Feuerbach, Engels, Moses Hess tertarik mempelajari pemikiran Hegel tentang Fenomenologi Roh. Bab III, mereka juga mengangkat persoalan kehidupan orang Yahudi kemudian Marx memecahkan persalan tersebut.
Menurut Hegel, pikiran diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman itu disebut Roh. Roh itu ialah Roh Universal yang disebut juga dengan sisi spiritual dari alam semesta (Singer, 2021). Pikiran itu ialah Pikiran Universal dan pikiran khusus. Penjelasan Roh menurut Hegel masih sangat luas dan membias sehingga tidak ditemukan penekanan yang jelas tentang roh universal tersebut apakah menunjuk kepada Tuhan atau apa. Apakah Pikiran universal itu pikiran Allah dan sub pikiran itu menunjuk pada pikiran manusia? Tentang hal ini masih menjadi perdebatan. Namun ada pikiran bahwa Hegel membuka ruang bagi setiap manusia untuk mengalami, merefleksikan dan mengungkapkan pemikirannya sendiri. Apa yang dimaksud oleh Hegel bahwa apa yang dipikirkan oleh setiap manusia itu merupakan pancaran dari Pikiran universal. Roh Universal itu tidak membatasi diri pada satu hal, tetapi ia bergerak menembus batas ke mana saja ia kehendaki. Roh Universal memancaran Pikiran kepada manusia sehingga mereka memiliki pikiran khusus untuk membawa perubahan suatu peradaban. Pemikiran Hegel tersebut sangat bagus dibicarakan karena berkontribusi terhadap kehidupan kita. Hegel cukup baik menjelaskan tentang Roh, mental, pikiran dan kesadaran diri manusia. Dalam perkembangan historisitas, manusia terus berkembang menuju kesadaran diri namun tidak berarti kemudian meninggalkan kesadaran universal.
Hegel membicarakan tentang fenomena pikiran (The Phenomenology of mind). Ia juga menggambarkan kehidupan manusia seperti penguasa (berkuasa) dan budak (yang dikuasai). Cerita penguasa dan budak ini kemudian dikembangkan oleh Marx dengan sebutan relasi antara kapitalis dan pekerja. Seorang penguasa adalah pemilik segala-galanya, bebas memerintah dan memperlakukan budak sesuai kehendaknya, sementara budak hanya bisa tunduk taat mengerjakan segala yang diperintahkan. Namun menarik bahwa segala tugas yang diberikan kepada budak selalu dikerjakannya dengan hasil yang memuaskan. Ia sungguh memperlihatkan karakter dirinya yang sejati bukan sebagai seorang budak tetapi seorang manusia yang bermartabat. Budak terus bekerja mengekspresikan jati diri sampai pada satu titik ia menyadari dunianya, ia membentuk mental yang bagus, dan menemukan kesadaran diri yang baru. Ia tidak melulu bergantung pada penguasa tetapi dengan bebas mengekspresikan jati diri sebagai manusia merdeka. Perilaku budak tersebut membuat penguasa kembali sadar, tunduk, berharap dan mengakui kemerdekaan yang diperoleh budak tersebut (Singer, 2021).
Pikiran khusus yang dimiliki setiap manusia itu berasal dari satu dan menjadi bagian dari Pikiran universal (Allah). Dengan demikian pesan dari Hegel tentang (The Phenomenology of mind) ini mengajarkan bahwa relasi antar setiap orang, baik antara penguasa dengan budak harus saling memperlakukan sebagai manusia karena semua manusia berasal dari satu Roh Universal. Yesus dengan tegas mengatakan bahwa kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Mat 22:37-40). Jika kamu ingin orang lain memperlakukan kamu dengan baik, maka perlakukan juga orang lain dengan cara yang sama.
b. Pemikiran Karl Marx (Dari Tuhan ke Uang)
Bertolak dari persoalan praktek hidup harian para pemimpin agama Yahudi yang taat pada Taurat sungguh terobsesi dengan uang dan suka melakukan tawar menawar dengan orang kecil di tengah masyarakat (Singer, 2021). Mereka sebagai pemimpin agama yang mengajarkan tentang Taurat Tuhan tetapi dalam praktek kehidupan nyata mereka tidak melaksanakannya sesuai perintah. Praktek kehidupan tersebut mendorong Marx untuk menegaskan bahwa agama adalah candu bagi masyarakat. Banyak pemimpin Yahudi gemar mengajarkan tentang apa yang disampaikan oleh Allah atau “menjual Taurat” untuk mendapatkan harta duniawi. Banyak orang dibutakan matanya sehingga mereka suka berlari kepada Tuhan sampai melupakan kesadaran naturalnya dan lupa mengekspresikan jati diri sebagai manusia yang bermartabat dan memiliki kebebasan. Kendati demikian, Marx berbeda pendapat dengan Feuerbach dan Bruno Bauer tentang persoalan Yahudi. Feuerbach dan Bruno Bauer menyimpulkan masalah tersebut sebagai masalah agama sementara Marx menegaskan bahwa masalah yang perlu diselesaikan itu bukan pada agama dan filsafat tetapi masalah uang (Singer, 2021). Memang benar bahwa mereka lebih mengutamakan hal rohani (iman) dan mengabaikan praktek sosial, mengabaikan penderitaan (kesusahan) dan kebutuhan mendasar manusia. Mereka membuat orang terlena dalam mendengarkan sabda Tuhan dan mengajarkannya melalui kata tetapi apa yang diajarkan jauh dari perbuatannya. Artinya ajaran agama sudah baik tetapi masih ada hal yang tidak benar ialah praktek sosialnya seperti keinginan daging dan perilaku manusia untuk memanipulasi agama demi kepentingan pribadi dan kelompoknya. Berangkat dari masalah uang, Marx hendak menciptakan pemikiran baru yaitu membangun kesadaran untuk mengelola keuangan dengan baik dan jujur agar ekonomi masyarakat dan keinginan yang tidak teratur serta mentalitas buruk kembali tertata dengan benar.
Di sinilah Marx mengembangkan terobosan pemikiran yang baru yakni pemikiran yang bergeser dari Tuhan menuju uang. Dasar pemikiran ini bertolak dari kenyataan hidup manusia bahwa segala kebutuhan manusia membutuhkan uang. Uang menjadi dasar kehidupan manusia. Jelas bahwa seluruh esensi kehidupan manusia membutuhkan uang. Maka untuk memenuhi seluruh kebutuhan rumah tangga baik kebutuhan sandang, pangan, papan, kebutuhan pendidikan anak dan relasi sungguh memerlukan uang yang cukup. Marx mendorong setiap manusia agar kembali merefleksikan dan menyadari dunianya, membangun mentalitas diri, dan meningkatkan kesadaran yang baru untuk sungguh-sungguh memanusiakan manusia yang saat ini hidup di dunia.
Pemikiran Marx demikian merupakan sebuah kritikan bahwasanya agama bukanlah menjadi masalah. Manusia boleh saja menerima ajaran agama berupa moral kehidupan dengan berbagai macam aturan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Kritikan Marx tersebut juga merupakan panggilan bagi setiap manusia untuk memperhatikan dan memenuhi kebutuhan mendasar dalam kehidupan manusia. Marx juga mengajak setiap orang agar tidak hanya menerima saja apa yang dikatakan tetapi harus membangun kesadaran bahwa mereka sementara dimanfaatkan dan berusaha untuk mengkritisi serta berupaya mengubah peradaban yang tidak memanusiakan manusiawi. Untuk memenuhi kebutuhan dasar kehidupan keluarga, masyarakat dan agama maka manusia perlu mengenal dunianya, mengubah mentalitas yang lama dan membangun kesadaran yang baru untuk mengelola sumber daya manusia dan sumber daya alam yang dimilikinya serta menata ekonomi sebaik mungkin agar semua kebutuhan tercukupi.
Marx berpendapat bahwa kebebasan itu adalah rasa hormat terhadap manusia. Segala-galanya membutuhkan uang tetapi uang bukan segala-galanya. Maka manusia perlu bijak menggunakan uang agar menjadi sarana yang membawa orang pada perjumpaan dengan Tuhan. Manusia masih hidup di dunia maka setiap ekspresi kebebasan atas kemampuan mereka perlu dihargai, didorong dan diakui agar mereka mampu bertumbuh sebagai manusia sejati yang sungguh memuliakan Allah dengan berbagai kemampuan yang dimiliki. Marx mau menegaskan bahwa orang yang beragama tidak menjadi masalah tetapi perlu memperhatikan pribadi manusia dan jati diri kemanusiaan perlu mendapat tempat yang bermartabat. Cara yang diberikan Marx ialah para pemimpin agama harus berusaha belajar, mewartakan dan melaksanakan Firman yang benar sebagai bentuk dorongan dan memberikan contoh membangkitkan kesadaran, mental dan daya berpikir yang kompleks.
Marx adalah seorang Hegelian yang menciptakan terobosan ide yang baru. Dalam konteks pemikiran Hegel tentang the fenomenologi of mind, pemikiran Marx merupakan pikiran khusus yang dipancarkan dari pemikiran universal (Tuhan) untuk memecahkan prakteks sejarah yang menyimpang. Tentunya, peradaban agama menjadi bertumbuh dan berkembang karena dimurnikan oleh berbagai kritikan dan solusi.
c. Tindakan dan Karya Mgr. John Saklil dalam Membangung Ekonomi Sosial Melalui GERTAK
Konflik sosial politik yang dimulai pada 1 Mei 1963, ketika Papua diintegrasikan ke dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), merupakan titik awal dari konflik di Papua. Pelanggaran hak asasi manusia (HAM), seperti pembunuhan, penganiayaan, penembakan, intimidasi, dan penangkapan sewenang-wenang terhadap orang Papua, masih berlangsung hingga saat ini (Tebay, 2013). Orang Asli Papua (OAP) dengan tegas menyadari bahwa sejarah Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969 telah disederhanakan secara tidak tepat. Akibatnya, OAP terus memperjuangkan kedaulatannya melalui aksi perlawanan terhadap Pemerintah Pusat yang berbasis di Jakarta.
Integrasi ini tidak hanya merendahkan martabat OAP, tetapi juga memperburuk kemiskinan yang dihadapi oleh pemegang hak ulayat. Migran perlahan mengambil alih sumber-sumber hak hidup mereka. Hal ini terjadi karena transmigrasi dan migrasi penduduk tumbuh dengan laju yang tidak sebanding dengan distribusi kekayaan (Saklil, 2019b). Pertumbuhan penduduk OAP lebih lambat dibandingkan di luar Papua. Migran juga menguasai sumber-sumber hak hidup masyarakat lokal dalam berbagai aspek, baik di perkotaan maupun pedesaan.
Mayoritas migran adalah investor yang tertarik pada ekstraksi sumber daya alam skala besar. Perusahaan pertambangan besar-besaran (PT Freeport), penebangan, perkebunan kelapa sawit, penangkapan ikan ilegal, dan sejumlah besar bisnis lainnya telah berkembang sebagai bagian dari ekspansi mereka. Konflik berkepanjangan diakibatkan oleh bisnis yang mereka dirikan, baik secara vertikal antara investor dan pemilik hak ulayat maupun horizontal antara masyarakat dengan negara. Orang asli Papua menyadari bahwa proses pembangunan besar-besaran dapat mengakibatkan lingkungan yang kurang harmonis, sehingga konflik ini dapat muncul. Selain itu, masyarakat setempat tidak mau lagi ditipu oleh pemerintah Indonesia yang hanya mementingkan kesejahteraan ekonomi elit politik. Mereka juga tidak ingin identitas OAP, nilai tanah adat, kearifan lokal, atau bahkan nyawa orang miskin dikorbankan demi keuntungan.
Masalah kemelaratan primer sangat mempengaruhi cara hidup OAP. Kemiskinan non-materi, seperti kurangnya pendidikan formal di sekolah dan pendidikan nilai-nilai tradisional dalam budaya lokal, disebut juga sebagai kemiskinan. Kemiskinan material muncul dari pengingkaran terhadap hak untuk hidup. Semakin banyak anak muda yang mengungsi ke daerah perkotaan sebagai akibat dari masalah ini. Karena mereka hanya menerima pendidikan budaya yang “keras” dalam keluarga, mereka mengembangkan mentalitas hidup dan karakter buruk di sana (Magay, 2020). Maraknya perilaku menyimpang dari tujuan hidup yang sebenarnya sangat dipengaruhi oleh sifat dan mentalitas yang buruk tersebut. Efek dari orang jahat adalah meningkatnya kasus pembunuhan, penyerangan, perampokan, penyalahgunaan, misrepresentasi, perilaku agresif di rumah, dan seks bebas yang menyebabkan HIV/AIDS yang terus meningkat. Mgr. Yohanes dalam Surat Gembala tahun 2019 (Saklil, 2019a).
Dalam surat pastoral, khotbah, dan kampanye, Gaiyabi telah berulang kali menyatakan bahwa penyebaran alkohol secara besar-besaran oleh elit negara merupakan faktor yang memperburuk karakter generasi Orang Asli Papua (OAP). Karena ini adalah proyek yang direncanakan dengan baik di dalam lembaga negara, menghentikan penyebaran alkohol menjadi tugas yang sulit. Sayangnya, anggota TNI, Polri, dan Brimob terlibat sebagai pengusaha dan pelaku ekonomi, sehingga keuntungan dari proyek ini terpotong (Saklil, 2018a). Mentalitas, karakter, dan martabat OAP juga terancam oleh tindakan aparat keamanan yang menunjukkan kepemimpinan yang buruk. Selain itu, mereka juga dikritik karena membuat kota Timika jadi kotor (Saklil, 2018a).
d. Mgr. John Philip Saklil Pelopor Gerakan Tungku Api Kehidupan (GERTAK)
Menurut John Philip Saklil, persoalan mendasar OAP adalah persoalan tanah. Provinsi, daerah, kota, dan sebagainya semakin berkembang, Dengan bertambahnya jumlah penduduk perkotaan dan masuknya investor asing yang secara semena-mena menuntut agar pemilik hak ulayat menyerahkan tanahnya atas nama dan untuk kepentingan pembangunan, maka terbuka peluang untuk bisnis besar untuk masuk. Perkembangan ini tidak akan berdampak positif; sebaliknya, itu akan berubah menjadi “bom waktu” yang pada akhirnya akan menimbulkan bencana. Sebuah program pastoral sosio-ekonomi yang baru (Nahiba, 2020) dibutuhkan gereja untuk menanggapi masalah ini (Dokumen, 2021) dengan hidup berdampingan dengan anggotanya dan mengalami pasang surut.
Landasan gerakan pastoral yang dikenal dengan Gerakan Tungku Kehidupan (GERTAK) digalakkan pada tahun 2017 oleh mendiang Gaiyabi. Gerakan kolektif ini berupaya menjaga dan mengelola sumber daya alam agar keluarga dan masyarakat yang memiliki hak tradisional dapat menikmati manfaat kehidupan. Sebagai sarana untuk menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan menghormati harkat dan martabat manusia, para pemikir berpesan agar selalu menjaga kekayaan dan mengelola dusun. Menurut Saklil (2017), lebih baik berupaya menjaga dusun dan mengelola lahan agar rumahnya terus berasap daripada menjual lahan untuk sementara demi keuntungan finansial (Saklil, 2017).
Karena GERTAK adalah gerakan komunal untuk pembangunan sosial ekonomi pastoral, setiap orang diajak bekerja sama untuk mencapai cita-cita luhur mempersiapkan jalan Tuhan dan menjadi sakramen keselamatan sedunia. Keuskupan menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk mengelola dusun dan menawarkan pemahaman kepada umat dan undangan untuk kembali ke dusun. Pada pertemuan Munas KWI tahun 2017, Gaiyabi selaku Ketua PSE-KWI aktif mensosialisasikan gerakan ini di tingkat nasional (Loke, 2019). Ia berharap upaya perlindungan dan pengelolaan sumber hak ekonomi masyarakat lokal harus dijadikan bagian mendesak dari gerakan kerasulan baru PSE-KWI (Saklil, 2018b).
Keuskupan Timika mengajak semua pimpinan untuk berdiskusi tentang pembangunan gereja lokal dengan menggunakan Alkitab (Touye Manaa) dan arahan Roh Kudus (Yimu Beu Puye) untuk mendirikan gereja misionaris yang mandiri. Masyarakat dianggap sebagai anak, Gereja sebagai ibu, dan pemerintah sebagai ayah. Melalui pertimbangan damai, setiap individu dari jemaat berkumpul dan berwacana untuk mengkaji segala persoalan dari setiap bagian kehidupan.
Sudah enam kali pertemuan pastoral (muspas) digelar di beberapa paroki Meuwodide, Keuskupan Timika. Muspas VI diadakan di Paroki Damabagata-Kristus Kebangkitan Kita pada tanggal 18 Februari 2020, dan topik tanah sebagai sumber Tungku Kehidupan dibahas di sana. Kembali ke Tanah Suciku menjadi topik diskusi. Pemerintah, gereja, dan masyarakat diajak untuk mendorong Gerakan Tungku Api untuk melindungi dan mengelola lahan secara bersama-sama selama diskusi ini (Doo, 2020). Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (umat), perlu bekerja sama dan menyatukan orang-orang dari semua latar belakang.
e. Upaya Menata Ekonomi-Sosial dan Transparasi Keuangan Paroki
- Pastor Paroki Mendorong Umat Bekerja Menghasilkan Uang Melalui GERTAK Keuskupan
Semua paroki di wilayah keuskupan Timika berjalan bersama membangun GERTAK di wilayah parokialnya masing-masing. Setiap paroki memiliki medan, karunia-karunia, karakter budaya dan latar belakang kehidupan yang sedikit berbeda dan memiliki kekayaan alamnya yang unik. Pada khususnya saya akan menjelaskan dinamika pastoral di paroki Santa Maria Bunda Rosario Modio, Keuskupan Timika Papua.
Wilayah pastoral Paroki Santa Maria Bunda Rosario berada di pegunungan tengah termasuk dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Dogiyai. Masyarakat setempat merupakan kelompok suku Mee Mapiha. Mereka masih hidup bergantung dari alam. Sebagai orang yang mendiami daerah dataran tinggin, mereka selalu bercocok tanam dan memelihara ternak babi. Kebudayaan kelompok suku yang mendiami daerah tersebut masih berpegang teguh pada adat istiadat. Para ibu-ibu ada yang masih menggunakan pakaian cawat/moge sementara para lelaki sebagaiannya masih menggunakan celana tradisional disebut koteka. Pakaian adat ini tidak hanya digunakan pada saat acara adat, tetapi mereka menggunakannya setiap hari.
Paroki Modio saat itu memiliki delapan stasi berada di atas gunung. Setiap stasi letaknya berjauhan sehingga dalam pelayanan membutuhkan waktu dan tenaga yang ekstra untuk melakukan kunjungan. Proses perputaran uang sedikit susah di wilayah pegunungan khususnya di Paroki tersebut. Kehidupan pastor paroki di wilayah tersebut jauh berbeda, tidak seperti biasanya di paroki-paroki kota. Setiap pastor yang berkarya di tempat ini harus memiliki ketabahan iman, keterbukaan hati untuk menerima keadaan dan karakter budaya yang menantang dan berusaha mensyukuri dan menikmati panggilan bersama umat setempat.
Untuk menghadapi tantangan medan, karakter budaya, kondisi kehidupan umat yang masih hidup dari kekayaan alam maka pastor paroki berusaha untuk bersahabat dengan tantangan dengan cara masuk melalui budaya (Ture Liwu, 2020). Kehadiran gembala paroki di tengah umat merupakan representasi dari wajah Allah yang hadir untuk menghargai dan toleran terhadap budaya setempat yang memiliki aneka kearifan lokal (Ture Liwu, 2019b).
Pastor paroki yang menjalankan reksa pastoral di wilayah tersebut mencari sebuah upaya menanggapi keprihatinan uskup maka upaya yang dilakukan pastor paroki Modio ialah menjalankan reksa pastoral yakni mendorong umat agar melindungi dan mengelola tanah. Pelayanan pastoral uskup dan pastor paroki tidak hanya terbatas pada perayaan Ekaristi, mimbar sabda dan memberikan berkat online setiap saat, tetapi pastoral kehadiran sangat dibutuhkan. Para gembala tidak lari meninggalkan umatnya menderita di keuskupannya atau parokinya tetapi harus sungguh hadir di tengah umat untuk memecahkan setiap persoalan yang dihadapi umatnya.
Hal yang sudah dilakukan oleh pastor paroki Modio, RD. Alfons Biru Kira selama bertugas di modio adalah menghidupkan Gerakan Tinggi Api di antaranya penanaman Salib, membangun tugu perdamaian bagi masyarakat koteka pada khususnya dan Papua pada umumnya, membangun situs rohani dan goa Maria dan membangun jalan raya Auki Tekege, pembawa terang bagi masyarakat koteka. Selain itu, Pastor paroki mendorong umat agar kembali ke dusunnya untuk mengelola dan melindungi tanah. Semua umat diajak untuk bekerja mengolah tanah untuk menghasilkan uang. Mereka diajak untuk menggeluti beberapa pekerjaan sesuai dengan konteks kehidupan mereka yakni menanam dan panen kopi Arabika. Pemerintah Provinsi Papua juga bekerja sama dengan tim ekonomi hijau berasal dari Negara Inggris untuk membantu umat menjaga dan melindungi tanah serta tanam-tanaman. Kelompok Ekonomi Hijau mendorong para orang tua dan orang muda Katolik dengan cara memberikan pelatihan mengolah kopi, menyumbangkan gergaji, gunting, alat kupas kulit kopi dan lain sebagainya (Ture Liwu, 2019a). Pada tahap selanjutnya umat kemudian menjual biji kopi kepada Tim Ekonomi Hijau dan pastor paroki. Pada awalnya, Pastor Paroki membeli dan mengolah biji kopi kemudian menjual kopi bubuk yang sudah berada dalam kemasan khas budaya orang Modio. Namun kemudian orang muda dan orang tua juga diajarkan untuk secara mandiri melakukan semua tahapan dari awal menanam, memanen, jemur, roasting, giling, memasukan dalam kemasan kemudian menjualnya sendiri.
Selain pastor mendorong umat mengolah kopi, mereka juga didorong untuk menganyam noken dari pohon anggrek yang dibudidayakan di halaman Gereja. Setiap hari mereka menganyam, noken kemudian menjualnya kepada Pastor Paroki selanjutnya Pastor akan menjualnya lagi kepada orang lain. Upaya mendorong umat seperti ini bertujuan untuk membangun kesadaran umat akan dunia natural mereka, memahami siapakah diri mereka, meningkatkan mentalitas kerja sebagai manusia, dan membangun kesadaran untuk “merdeka” hidup mandiri dan tidak terikat dan tidak melulu bergantung kepada pemerintah.
Reksa pastoral yang tanggap terhadap keprihatinan umat demikian membawa dampak yang berfaedah bagi kehidupan umat setempat. Kendati mereka berada di pegunungan tengah jauh dari daerah perkotaan, akses jalannya sulit, proses perputaran uang sangat susah, jaringan internet terbatas, dan lain sebagainya serba kurang namun program GERTAK memampukan umat yang dulunya tidak punya uang hasil jeripayah sendiri dan mereka juga susah memberikan kolekte, sekarang sudah mulai berusaha mengolah tanah dan menghasilkan uang untuk berbagai kebutuhan baik pendidikan anak, kebutuhan pokok dalam keluarga, dan bahkan mulai membiasakan diri memberikan kolekte di gereja.
- Transparansi Pengelolaan Keuangan Paroki oleh Pastor Paroki
Tujuan reksa pastoral pertama-tama ialah keselamatan jiwa-jiwa maka apapun tantangannya tentu Pastor Paroki sebagai gembala baik dan representasi dari wajah Allah harus berada bersama umat, mendengarkan keluh kesah umat dan menanggapi keprihatinan mereka. Pastor Paroki Modio menjalankan visi dan misi paroki di dalam arah dasar melaksanakan program, visi dan misi keuskupan Timika. Salah satu program yakni pastoral ekonomi sosial baru digemakan dalam GERTAK. Untuk membangun GERTAK tentu membutuhkan uang sebagai modal, pengetahuan, pelatihan dan kerja nyata. Maka Keuskupan Timika sebagai keuskupan mandiri mendukung program GERTAK dengan memberikan uang kepada para pastor di setiap paroki sesuai dengan kebutuhan untuk menghidupkan GERTAK. Sebagai Pastor Paroki, uang yang diberikan tersebut dikelolah dengan jujur dan bijaksana untuk mendukung karya karitatif, revormatif dan transformatif. Puji Tuhan, Pastor Paroki Modio telah mendorong umat untuk bekerja giat mengolah dan melindungi tanah sampai saat ini mereka sudah bisa memanen biji kopi dan menjualnya kepada Pastor Paroki untuk diolah dan dijual. Uang hasil penjualan kopi bubuk tersebut akan dibagi yakni sebagian untuk kebutuhan pokok pastor paroki di pastoran, perawatan kendaraan dan sebagiannya untuk membeli biji kopi agar diolah dan dijual lagi. Upaya yang dilakukan oleh Pastor Paroki Modio bukan untuk kepentingan pribadi tetapi untuk membangun Gereja mandiri dalam iman, hal finansial dan pelayanan demi keselamatan jiwa-jiwa yang dilayani.
C. Kesimpulan
Seorang Pastor Paroki merupakan Gembala umat yang menjalankan reksa pastoral di bawah otoritas uskup. Ia ditahbiskan menjadi alter Kristus tidak hanya muntuk merayakan Sakramen Ekaristi tetapi juga terlibat dalam kehidupan umat, mendengarkan harapan mereka dan mempersembahkannya kepada Allah. Ia sebagai gambar Allah yang hidup dan menjadi tanda keselamatan maka ia dipanggil untuk mengambil bagian dalam menerjemahkan visi, misi dan program keuskupan dalam karya nyata di parokinya. Upaya yang dilakukan oleh pastor paroki ialah mengajak dan mendorong umat agar kembali ke dusun untuk mengelola sumber daya alam. Melalui program Gerakan Tungku Api Kehidupan, umat diajak untuk mengelola dan melindungi dusun. GERTAK menjadi jalan membangun kesadaran natural, mentalitas kerja dan perubahan pola pikir menjadi manusia yang merdeka. Melalui GERTAK, umat dapat bekerja mengolah tanah untuk menghasilkan uang dari jerih payah sendiri untuk memenuhi kebutuhan keluarga, masyarakat, dan gereja teristimewa pemberian kolekte.
PENULIS : DIAKON SEBASTIANUS TURE LIWU, PR
Daftar Pustaka
Church, T. C. (2010). Imam dan Milenium Ketiga (D. G. B. & P. Hidajat (ed.); Edisi 5). Kanisius.
Dokumen, K. V. I. (2021). Seri Dokumen Gerejawi No. 19 GAUDIUM ET SPES KEGEMBIRAAN DAN HARAPAN Konstitusi Pastoral tentang Tugas Gereja dalam Dunia Dewasa Ini (R. (Terj) Hardawiryana (ed.)). Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia.
Doo, F. (2020). KEMBALI KE TANAH KUDUS: Laporan Kegiatan Muspas Mee VI Dekenat Tigi-Paniai Keuskupan Timika.
Loke, E. (2019). Menyiapkan Jalan bagi PSE yang Lebih Baik dan Bermanfaat Edisi 277. 33.
Magay, N. (2020). PROBLEMATIKA PERDAMAIAN DAN PASTORAL KEMANUSIAAN di Keuskupan Timika (B. Triharyanto (ed.); 1st ed.). Pusataka Larasan.
Nahiba, B. dan A. H. (2020). GERAKAN TUNGKU API KEHIDUPAN: PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KAMORO DI KAMPUNG OTAKWA. Limen, Jurnal Agama Dan Kebudayaan, 17(Vol. 17 No. 1 (Oktober) (2020)), 93.
Paulus II, Y. (1992). Pastores Dabo Vobis.
Saklil, J. P. (2017). “Biarkan Tungku Api Tetap Menyala: Gerakan Melindungi dan Mengelola Sumber Hak Hidup Ekonomi Masyarakat Adat Papua,” dalam Izak Resubun dkk (penyunting), Pendidikan dan Realitas Sosial di Papua, Jayapura: Biro Penelitian STFT Fajar Timur. (178), (179), (181), (183-184), (184), (185), (187.
Saklil, J. P. (2018a). GEREJA DAN TRAGEDI KEMANUSIAAN DI KEUSKUPAN TIMIKA-Kumpulan Pernyataan Sikap dan Suara di Media Masa (D. D. Hodo (ed.); juni 2018). Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Timika.
Saklil, J. P. (2018b). Melindungi dan Mengelola Sumber Hak Hidup Ekonomi dalam Shadana Edisi 270. Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi KWI Jakarta, 3.
Saklil, J. P. (2019a). Gaiya: Gerakan Tungku Api Kehidupan: Mengakarkan Injil, Membangun Budaya Literasi Kehidupan “Surat Gembala Prapaskah 2019.” Secretariat Keuskupan Timika, (3-6).
Saklil, J. P. (2019b). Gaiya: Gerakan Tungku Api Kehidupan: Mengakarkan Injil Membangun Peradaban Gereja lokal di Tanah Papua. Sekretariat Keuskupan Timika, 4, 19.
Singer, P. (2021). Karl Max: Sebuah Pengantar Singkat (Y. R (ed.); 1st ed.). IRCiSoD.
Tebay, N. K. (2013). Bersama-Sama Mencari Solusi untuk Papua Damai. Institute For Inter Faith Dialogue In Indonesia.
Ture Liwu, S. (2019a). OMK Mengolah Kopi Untuk Menjaga Tungku Api Tetap Menyala di Keluarga dan Masyarakat. PEN@ Katolik. https://penakatolik.com/2019/12/09/omk-mengolah-kopi-untuk-menjaga-tungku-api-tetap-menyala-di-keluarga-masyarakat/
Ture Liwu, S. (2019b, November). BINTANG KEJORA DALAM KEBINEKAAN Perspektif Estetika. Suara Papua. https://suarapapua.com/2019/11/22/bintang-kejora-dalam-kebinekaan-perspektif-estetika/
Ture Liwu, S. (2020). IN MEMORIAM USKUP YOHANES PHILIPUS GAIYABI SAKLIL, PR: WAJAH KEPEMIMPINAN KRISTIANI DI TANAH PAPUA. Suara Papua. https://suarapapua.com/2020/01/22/in-memoriam-uskup-john-saklil-wajah-kepemimpinan-kristiani-di-tanah-papua/