Majalah Gaiya

VIATICUM SEBAGAI KOMUNI SUCI SEKALIGUS HAK ORANG BERIMAN KRISTIANI

Fr. Agus Sarkol

Pengantar

Sebagaimana yang kita tahu bahwa Viaticum merupakan buah dari sakramen orang sakit. Di dalam sakramen orang sakit, ada pemberian minyak suci dan komuni suci (viaticum). Pada tahun 2022 dalam proses menyelesaikan tulisan akhir (Skripsi) di STFT Fajar Timur, penullis mewawancarai beberapa Paroki dengan mengacu pada informan tunggal dari setiap paroki, yakni pastor Paroki. Para Pastor dan paroki yang dimaksud berasal dari Keuskupan Timika. Paroki-paroki yang dimaksud ialah Paroki Kristus Raja, Nabire, Paroki St. Yosep Nabire Barat, Paroki St. Petrus Ilaga, Paroki Salib Suci Madi, Paroki St. Yosef Enarotali, Paroki St. Antonius Padua, Bumiwonorejo Nabire, dan Paroki St. Yosef Wagomani.Dalam hasil wawancara 85% jawaban dari para pastor sama pada hal ini, yakni hingga saat ini sebagian umat  Allah masih takut menerima minyak suci dan komuni suci karena mereka menganggap bahwa dengan menerima baik itu minyak suci maupun komuni suci, mereka akan segera meninggal dunia. Untuk itu, penulis akan sedikit memberikan deskripsi singkat secara khusus Viaticum (komuni suci) untuk orang sakit sebagai pemahaman iman bersama.Tulisan ini bernada teologi-yuridis-Pastoral yang dimaksudkan untuk membantu pembaca dalam memahami Viaticum sebagai komuni Suci sekaligus sebagai hak kaum beriman kristiani.

Sekilas Muatan Teologis

Sampai saat ini, masih ada umat Allah yang masih takut untuk menerima Viaticum. Umat Allah yang dimaksud ialah mereka yang sedang sakit. Kesakitan dan penderitaan selalu menjadi masalah besar dalam hidup manusia. Orang-orang Kristiani merasa bahwa pengalaman penderitaan juga sama dengan orang lain; namun mereka masih memiliki iman yang begitu mendalam akan misteri penderitaan dan juga berani menanggung semua itu dengan rasa sakit. Dari kata-kata Kristus sendiri mereka tahu bahwa kesakitan memiliki arti dan nilainya hanya dalam keselamatan mereka sendiri dan juga keselamatan dunia. Mereka selalu tahu bahwa Kristuslah yang selama hidupnya mengunjungi mereka yang sakit, dan juga mencintai kesakitan mereka. Meskipun tubuh menunjukkan kondisi manusia, kesakitan tidak seperti biasanya dipandang sebagai hukuman umum, melainkan dari setiap individu yang mendatangkan dosa. Kristus pada dirinya tanpa dosa, dapat kita lihat pada apa yang diungkapkan oleh nabi Yesaya bahwa Dia menderita untuk semua manusia (Yesaya 54:4-5). Sebab penderitaan yang sekarang ini, mengajarkan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar daripada penderitaan.

Pelayanan Gereja atas orang sakit juga berakar pada misi Yesus Kristus. Misi yang telah dirintis dan dilaksanakan Yesus; Yesus memiliki sikap menyeluruh terhadap kehidupan, sehingga yang Ia perlihatkan adalah kesehatan fisik dan rohani. Dalam dunia kitab suci  perjanjian Lama manusia menanggung penyakit dengan memandang kepada Allah. Ia mengeluh kepada Allah mengenai penyakitnya. Ia memohon penyembuhan dari-Nya. Tuhan atas hidup dan mati. Penyakit menjadi jalan menuju pertobatan, dan karena pengampunan oleh Allah, terjadilah penyembuhan. Bangsa Israel mengalami bahwa penyakit, atas cara penuh rahasia, berhubungan dengan dosa dan dengan yang jahat, dan bahwa kesetiaan kepada Allah, sesuai dengan hukum-Nya, mengembalikan hidup: sebab Aku Tuhanlah, yang menyembuhkan engkau” (Kel 15:26). Nabi Yesaya mengerti bahwa sengsara juga dapat mempunyai penyilihan bagi orang-orang lain. Ia mewartakan bahwa Allah akan mendatangkan bagi Sion suatu waktu, di mana Ia akan mengampuni setiap kesalahan dan akan menyembuhkan setiap penyakit (KGK 1502.).

Dalam Perjanjian Baru, Yesus telah datang untuk menyembuhkan manusia seutuhnya jiwa dan badan, Ia adalah dokter, yang orang-orang sakit butuhkan (KGK 1504). Penyembuhan-Nya adalah tanda-tanda untuk kedatangan kerajaan Allah. Mereka memaklumkan suatu penyembuhan yang jauh lebih dalam makna: kemenangan atas dosa dan kematian melalui Paskah-Nya. Di kayu Salib, Ia menanggung semua beban kejahatan. Ia “menghapus dosa dunia” (1 Yoh:29), yang adalah sebab bagi penyakit. Oleh sengsara dan wafat-Nya di kayu salib, Kristus memberi arti baru kepada penderitaan: Ia dapat membuat kita menyerupai-Nya dan dapat menyatukan kita dengan sengsara-Nya yang menyelamatkan (KGK 1505).

Dalam liturgi pengurapan orang sakit, Viaticum merupakan bagian dari sakramen pengurapan orang sakit. Gereja memberi Viaticum kepada orang yang berada di ambang kematian, sebagai bekal perjalanan. Saat peralihan ke rumah Bapa, persatuan dengan Tubuh dan Darah Kristus mempunyai makna kebangkitan badan dan kehidupan kekal. Sebagaimana Yesus Kristus adalah benih hidup abadi dan kekuatan untuk kebangkitan, Tuhan berkata: “Barang siapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan Dia pada akhir zaman” (Yoh 6:54). Sebagai sakramen peralihan dari kematian menuju kehidupan dari dunia ini menuju rumah Bapa (lih. Yoh 13:1).

Viaticum

kata “Viaticum” adalah sebuah kata Latin yang berarti “bekal untuk perjalanan”, dari kata Via atau “jalan” dan cum “dengan” berjalan bersama. Pemberian komuni sebagai Viaticum diberikan dengan cara seperti biasa dengan kata-kata “Semoga Tuhan Yesus Kristus melindungi saudara/I  dan membawa saudara/I kepada hidup yang kekal”. Ekaristi dipandang sebagai makanan rohani yang ideal untuk memberi kekuatan kepada orang yang sekarat untuk menempuh perjalanan dari dunia ini menuju kehidupan setelah kematian.

Dalam sejarah penggunaan kata, mengacu pada provisi atau tunjungan pada zaman Romawi kuno untuk perjalanan, awalnya sebagai biaya tranportasi atau sebagai perbekalan, kemudian uang yang diberikan kepada pejabat, atau petugas yang melakukan misi publik; pada dasarnya istilah ini dari via tecum (“denganmu di jalan”), mengindikasikan uang atau kebutuhan untuk perjalanan apa pun. Viaticum juga dapat mengacu pada bonus pendaftaran yang diterima oleh seorang legioner Romawi, tentara bayaran ataupun kelasi dalam angkatan laut Romawi.

Viaticum, For provision for a journey. It refers to the Holy Comunion given to those in likelihood o immediate death in order to prepare and strenghthen them to face their journey into eternity (Jhon Burke, 2014:331).

Viaticum berdasarkan Tinjuan Yuridis

Dalam dunia Kekristenan kata Viaticum digunakan berdasarkan perkembangan Gereja sebagai berikut: Sejak abad VIII, mulai muncul kebiasaan untuk menyimpan sakramen mahakudus di ruang samping gedung gereja.Pada saat ini berdasarkan ketentuan hukum Gereja dalam Kan. 934, ekaristi kudus harus disimpan dalam gereja katedral atau gereja yang disamakan dengannya, dalam setiap gereja paroki, serta dalam gereja atau ruang doa yang tergabung pada rumah tarekat religus atau serikat hidup kerasulan. § 2 dapat juga disimpan dalam kapel uskup, dan dengan izin Ordinaris Wilayah, dalam gereja-gereja, dan ruang doa dan kapel-kapel lain. Tetapi dalam kan. 935 menegaskan bahwa tak seorangpun diperbolehakan menyimpan Ekaristi mahakudus di rumahnya atau membawanya dalam keadaan perjalanan, kecuali ada  kebutuhan pastoral yang mendesak dan dengan tetap mengindahkan ketentuan-ketentuan Uskup Diosesan Sakramen Mahakudus itu disimpan di Tabernakel untuk pengiriman komuni orang-orang sakit.

Dalam instruksi RS 129 mengutip dekret Eucharitiae Sacramentum (21 Juni 1973): “Perayaan Ekaristi dalam kurban Misa sungguh merupakan sumber dan tujuan penghormatan yang diberikan kepada Ekaristi di luar misa. Adapun hosti disimpan untuk kepentingan umat Allah yang tidak sempat menghadiri misa khususnya bagi mereka yang sedang sakit dan mereka yang lanjut usia, Mereka yang lanjut usia dan menderita sakit, dan juga mereka yang merawat, dapat menerima Ekaristi mahakudus, meskipun dalam waktu satu jam sebelumnya telah makan sesuatu (Kan 919 § 3) Gereja percaya mereka ini dengan menerima komuni suci dipersatukan dengan kurban Kristus yang dipersembahkan dalam misa ( Emanuel Martasudjita, 2005:409)

Dengan demikian “Viaticum bukan hanya sebagai “bekal suci”, yakni komuni terakhir, melainkan jauh sebelumnya hendaknya orang sakit secara khusus dilayani dengan Ekaristi. Mereka yang menerima Viaticum dapat mengambil bagian dalam doa Gereja dan menyatukan diri mereka dengan Kristus yang wafat dan bangkit (Buku Iman Katolik, 1996: 417). Dalam rangka itu, Yesus sebagai tabib sejati selalu memperhatikan hak mereka yang sakit. Oleh karena itu, hak kaum beriman Kristiani yang sakit menerima sakramen Viaticum merupakan harapan besar Gereja. Maka itu, Gereja mengharapkan para gembala jiwa dan umat Kristiani lain untuk memperhatikan hak mereka yang sakit dalam menerima sakramen ini.  Maka dengan pelayanan yang baik, kau gembala jiwa mampu untuk menjalankan kehedak Tuhan bagi mereka yang sakit.

Viaticum Sebagai Hak Kaum Beriman

Viaticum sebagai hak kaum beriman Kristiani. Pada saat pembaptisan, kita semua sebagai kaum beriman Kristiani mendapatkan kedudukan dalam Gereja, tetapi juga menjadi anak-anak Allah yang bersatu dengan Putra-Nya sebagai kaum beriman Kristiani. Umat beriman Kristiani adalah mereka yang melalui baptis diinkorporasikan dalam Kristus, dibentuk menjadi umat Allah dan karena itu dengan caranya sendiri mengambil bagian dalam tugas imami, kenabian dan rajawi Kristus, dan sesuai dengan kedudukan masing-masing, dipanggil untuk menjalankan perutusan yang dipercayakan Allah kepada Gereja untuk dilaksanakan di dunia (Kan. 204, §1). Hal ini berlaku dalam norma Gereja bahwa mereka yang terikat oleh undang-undang gerejawi ialah orang-orang yang dibaptis di dalam Gereja Katolik atau diterima di dalamnya, dan yang menggunakan akal-budinya dengan cukup dan kecuali dalam hukum dengan jelas ditentukan lain, telah berumur genap tujuh tahun (Kan. 11).

Berkat sakamen baptis, kita semua memiliki hak untuk berpartisipasi di dalam setiap kegiatan Gereja, baik dalam pewartaan sabda Allah maupun kegiatan-kegiatan sakramental lainnya untuk mendatangkan keselamatan. Demikianlah mereka yang sakit mendapatkan haknya untuk meminta harta spiritual dari Gereja. Hak umat beriman Kristiani untuk menerima dari para Gembala suci bantuan yang berasal dari harta spiritual Gereja, terutama dari Sabda Allah dan sakramen-sakramen (Kan. 213). Oleh sebab itu, mereka yang bertugas dalam keselamatan jiwa-jiwa dengan norma yang berlaku berkewajiban untuk mengusahakan  dan memberikan sakramen serta pewartaan sabda Allah kepada mereka.

Kesimpulan

Kan. 843 §2 menjelaskan dengan baik mengenai hal tersebut bahwa para gembala jiwa-jiwa dan umat beriman kristani lain, menurut tugas gerejawi masing-masing, berkewajiban mengusahakan agar mereka yang meminta sakramen-sakramen dipersiapakan untuk menerimanya dengan pewartaan Injil serta pengajaran kateketik yang semestinya, dengan memperhatikan norma-norma yang dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang.

Berkaitan dengan kanon di atas, dapat kita ketahui bahwa kaum beriman itu memiliki hak dalam Gereja. Maka itu, benarlah bahwa para gembala jiwa harus turut membantu mereka untuk sampai pada pemenuhan hak tersebut. Dalam rangka itulah, para gembala jiwa tidak boleh menolak mereka yang memintanya apalagi mereka yang sakit. Tetapi mengingatkan bahwa apa yang diiterima oleh umat beriman itu harus juga berlandaskan iman dan pengetahuan akan apa yang diminta. Maka itu, para gembala jiwa dan umat beriman lain mengusahakan pewartaan sabda Allah dan pengajaran kataketik. Umat beriman perlu dipersiapkan untuk menerima sakramen dan pewartaan sabda Allah.

Hal di atas mau menjelaskan keprihatianannya dalam Kan. 921 §1 bahwa umat beriman Kristiani yang berada dalam bahaya maut yang timbul dari sebab apa pun, hendaknya diperkuat dengan komuni suci sebagai Viaticum. Dalam §2 dikatakan bahwa meskipun pada hari yang sama telah menerima komuni suci, sangat dianjurkan agar mereka yang berada dalam bahaya maut menerima komuni suci lagi. Dalam §3 menyebutkan juga bahwa kalau bahaya maut itu berlangsung, maka dianjurkan agar komuni suci diterimakan berkali-kali pada hari-hari yang berbeda.Selain Viaticum menjadi hak kaum beriman Kristiani, dengan menerima sakramen itu kaum beriman yang sakit atau lanjut umur mempersatukan diri dengan Kristus yang bangkit. Menerima Viaticum berarti menerima Kristus yang hidup, wafat dan bangkit. Sehingga melalui Viaticum itu menjadi bekal perjalanan ke rumah Bapa. Dengan demikian, kita dapat mengetahui bahwa Viaticum menjadi kekuatan rohani bagi kaum beriman Kristiani. Maka itu, harta spiritual ini mestinya diperhatikan oleh para gembala jiwa dan kaum beriman lainnya.

Saran

Melalui ketentuan Kan. 843 §2 maka dapat dirumuskan beberapa saran sebagai berikut:

  1. Kepada Pastor Paroki, menurut ketentuan norma yang berlaku dalam Gereja, maka disarankan untuk tetap berusaha memelihara pewartaan Sabda Allah dan Katekese di tengah umat beriman, secara khusus katekese mengenai pentingnya sakramen Viaticum sebagai hak kaum beriman Kristiani.
  2. Kepada kaum beriman lain hendaknya dengan seksama membantu para pastor paroki untuk mengusahakan pewartaan sabda Allah dan Katekese dapat sampai kepada umat Allah, dengan memperhatikan tugas-tugas kaum awam yang berlaku dalam Gereja dengan tetap berkonsultasi bersama pastor Paroki mengenai hak orang sakit menerima
  3. Kepada keluarga-kelaurga Kristiani, bilamana seorang anggota keluarganya sakit hendaknya pihak keluarga meminta pastor untuk membantu menerimakan Viaticum. Sehingga si sakit mendapatkan haknya sebagai kaum beriman Kristiani.
Allo
Author: Allo

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button