Majalah Gaiya

MEMAKNAI HIDUP BERSAMA SENGSARA DAN KEBANGKITAN KRISTUS

Sebuah Tinjauan Kristologi

Prolog

Manusia sudah saatnya bertobat dari setiap kesengsaraan yang dialami setiap hari, karena manusia juga tidak bisa terhindar dari kesengsaraan. Yesus Kristus itu Dia ada Wafat menebus dosa manusia pada hal ulah manusia atas kesombongan kebebasan atas manusia itu sendiri. Yesus Kristus dahulu sudah wafat dan bangkit menebus umat manusia, dan kini wafat yang kedua kali akibat manusia belum jinak dari kelakuan atas dosa, yang tidak menyadari betapa pentingnya berdoa sebentar ditengah situasi hidup yang memburuk.

Yesus Kristus memberi pesan kepada kita semua supaya manusia kembali kerumah pribadi lalu menyadari dan memulai hidup baru bersama Kristus yang wafat dan bangkit. Untuk memulai hidup yang baru manusia mesti meninggalkan pola hidup tidak sehat yang berlalu. Mesti berubah dari pola-pola hidup kekanak-kanakan yang tidak menyadari hidup doa. Meninggalkan segala kekwatiran hidup yang tidak sehat dalam hidup, yang merugikan diri sendiri dan sesama manusia dan terhadap seluruh alam yang Allah ciptakan. Segala sesuatu tunduk kepada hukum-hukum yang diberikan oleh Allah, semuanya adalah ciptaan. Semua bagian dari apa yang disebut oleh para theologi sebagai “kehidupan natural” adalah bagian dan paket dari realitas ciptaan. Semua itu ditunjuk dan ditetapkan oleh Allah sebagai bagian realitas bumi yang diciptakanNya[1].

Hubungan antara pemeliharaan Allah dengan kepemilikan Allah atas Alam semesta jelas dari khotbah di bukit tentang kekuatiran manusia akan masa depannya dalam bidang pangan dan sandang mejadi titik tolak Tuhan Yesus berbicara tentang pemeliharaan Allah. (Mat 10:29) seekor burung pipit pun jatuh ke bumi di luar kehendak Bapa disurga. Kekuatiran manusia menjadi dorongan untuk menguasai dan merampas berkat pemeliharaan Allah melalui alam yang dianugerahkan kepada manusia[2]. Manusia semakin jahat atas tindakan kebebasannya.

Ini adalah suatu bukti bahwa Kristus sudah bangkit namun manusia tidak bangkit atas kebebasan yang menghancurkan diri dan sesama, sungguh ngeri!. Pola hidup kekanak-kanakannya masih terus dipraktekkan oleh umat sedunia, disitulah persis kesengsaraan manusia itu ada. Dari kesengsaraan manusia inilah persis Yesus Kristus menanggung sengsara kita. Setiap orang dituntut untuk kembali merenungkan diri bertobat dan memaknai kesengsaraan dan kebangkitanNya yang Ia alami sebagai dasar hidup kristiani.

Sengsara dan Kebangkitan Kristus

1.Kesengsaraan

Dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan yang bagaimanapun, manusia tidak bisa menghindarkan manusia dari perlunya “rumah sakit” dan tempat-tempat untuk memberikan kekuatan kepada manusia atau untuk memberikan pertolongan kepada mereka yang berada di dalam penderitaan. Ini berarti kesengsaraan tidak pernah berubah. Ilmu pengetahuan bertambah terus, namun kesengsaraan tetap berada di dalam masyarakat manusia. Penderitaan merupakan suatu zat yang tidak berubah dari dulu sampai sekarang. Sejak dahulu sampai sekarang kita melihat “penjara” tidak pernah mungkin dihapuskan dari masyarakat. Bukan saja demikian, kita mala melihat bahwa walaupun pertumbuhan teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan semakin merata, namun tidak mengurangi keberadaan dari penjara-penjara. Ini membuktikan bahwa dosa adalah unsur kedua yang tidak pernah berubah[3]. Kesengsaraan menjadi suatu fakta yang bersaksi bagi hal-hal yang kita imani yakni Yesus Kristus menjadi paling pokok, dan kebenaranNya itu harus diterima di dalam iman manusia, nostalgia deritaku jadi cambuk dikemudian hari (Oscar haris)[4].

2.Kebangkitan Kristus

Kebangkitan Kristus telah menimbulkan suatu kontrovesi sepanjang zaman. Perdebatan sengit antara para filsuf dan teolog peri hal kebangkitan Yesus Kristus menjadi sangat ramai dibicarakan. Kaum Gnostik sama sekali menolak Kebangkitan Yesus Kristus. Bagi mereka kebangkitan Yesus tidak dapat ditolerir gagasan tentang jiwa yang bertubuh sebab tubuh adalah sel tahanan yang menyengsarakan[5].  Selain itu, Dewey dan para pengikutnya berkata bahwa tidak ada kebangkitan dan kehidupan adalah kecelakaan alami.  Atau dapat dikatakan juga bahwa kematian merupakan kecelakaan alami. Oleh karenanya kehidupan tidak dapat menghindari kematian. Kematian ini adalah kematian absulut, yang oleh Nietzsche disebut sebagai nihilisme. Dia seorang nihilisme sejati sebab telah mampu membunuh para Tuhan agama-agama dan sedikitpun tidak bergantung kepada moralitas agama yang lemah dan bergaya pesimistis[6].  Atau boleh dikatakan dalam kalimat lain bahwa Tuhan sudah mati dan tidak ada kebangkitan, dengan itu dapat disimpulkan bahwa iman kekristenan tentang kebangkitan Yesus Kristus tidak mendapat jaminan keselamatan.

Kontroversi kebangkitan itu tidak hanya terjadi antara para filsuf, tetapi juga dalam komunitas Saduki. Bagi mereka tidak ada kebangkitan (Luk 20:27-40; Mat 22:33; Mrk 12:18-27). Hal ini disertai dengan alasan tujuh bersaudara yang beristrikan satu wanita, – yang pada akhirnya ketujuh saudara itu meninggal dan disusul oleh sang wanita. Semuanya telah mati dan jika ada kebangkitan siapakah yang beristrikan wanita itu? Yesus menjawab dengan begitu tepat, kata-Nya: apabila orang bangkit dari antara orang yang mati , orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup sebagai malaikat di sorga (Mrk 12:25). Dan Allah bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia semua orang hidup (Luk 20:38). Jawaban Yesus ini menjadi sangat jelas bahwa kebangkitan dari antara orang mati itu ada.

Kematian Yesus dan kebangkitan-Nya adalah suatu peristiwa yang paling penting sejak penciptaan dunia. Melalui kematian Kristus dimana Allah mengambil mereka terasingkan karena dosa sendiri dan diperdamaikan-Nya di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematianNya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak becacat di hadapan-Nya (bdk Kolose 1:21-22). Yesus Kristus sebagai manusia benar wafat di Salib tetapi bangkit. Wafat di Salib menjadi tanda kehidupan. Dan KebangkitanNya dari alam maut, maka wafat dan kebangkitan bukanlah dua peristiwa, melainkan satu[7]. Allah itu hadir dalam manusia biasa. Manusia itu memiliki tubuh. Tubuh itu ada dua unsur yakni jasmani dan rohani. Tubuh mengenal dosa dan rohani mengenal keselamatan. Penderitaan yang dialami Yesus bukanlah sebuah kegagalan tetapi sebuah pilihan hidup yang didasarkan pada suatu relasi yang mesra atau intim dengan BapaNya.

Sengsara yang dialami Yesus menjadi jalam menuju pemuliaan Allah didalam Yesus dan pemuliaan Yesus didalam Allah. Sengsara yang dialami Yesus tidak hanya berakhir pada kematian belaka. Kebangkitan menjadi akhir penderitaan yang dialami oleh Yesus Kristus. Wafat dan kebangkita menjadi suatu jalan yang terasa sulit untuk dapat diterimah dan dipahami oleh manusia. Seorang Yesus Kristus yang penuh senyum dan suka bercerita tentang hidup manusia sungguh menjadi keselamatan sejati manusia atau keselamatan semua orang. Keselamatan hanya tersedia melalui Iman di dalam Yesus Kristus. Ke-Ilahian Yesus adalah alasan mengapa Dia adalah satu-satunya jalan keselamatan. Yesus Kristus adalah penyebab mengapa Dia mengumumkan,”Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:16). Melalui Dialah setiap pergumulan hidup manusia itu terjawab, maka setiap orang dituntut untuk masa-masa hidup yang sulit  ini untuk terus berharap pada-Nya dan berdoa.

Epilog

Setiap manusia harus berjuang menjadi hidup yang lebih baik dari yang biasanya, seperti anak bukan kekanak-kanakan, sebagaimana Yesus juga ditegaskan dalam Injil (Mat 18:3) “Aku berkata kepadamu sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil, kamu tidak akan masuk dalam kerajaan surga”. Satu-satunya kekayaan hidup anak kecil ialah berjuang untuk belajar menegahkan kebenaran seperti Yesus Kristus dan Siapkan Jalan Bagi Tuhan (Parate Viam Domini) akan masa depannya. Itulah sebabnya Yesus dahulu bertindak dengan prinsip mengubah batin manusia dengan penuh kasih dan kerendahan hati. Maka melalui kebangkitan Yesus Kristus ini, semoga juga kita kembali merefleksikan diri kita masing-masing, keluarga, sesama kita disekitar supaya kita bisa mengatasi masalah hidup yang beresiko tinggi ini dengan sikap Iman yang teguh kita berani mengambil keputusan untuk membasmikan cara hidup tidak bermoral dan memulai suatu hidup yang baru bersama Yesus Kristus yang bangkit, dan saling menerima kembali sebagai satu keluarga yang persahabatan keluarganya mengalir seperti air hidup yakni Yesus yang bangkit dari antara orang mati demi untuk memulihkan dosa kita.

Dengan demikian hendaknya setiap kita amat sangat penting untuk saling memahami diri pribadi, keluarga, sesama kita disekitar dan juga kita menerima sesama keluarga, tetangga, sesama diluar apa adanya, serta saling mengerti akan kebutuhan hidup disituasi kita.. Untuk dapat menerima orang lain hendaknya kita juga membuka diri seluas-luasnya di dalam diri kita. Akan tetapi kita juga sadar, bahwa dalam kehidupan ini, kita hidup dengan orang lain yang tidak sempurna. Seseorang yang dapat mengerti kita sepenuh-penuh dan seluas-luasnya adalah Yesus sendiri. “Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum ( Yoh :7:37).

Kita diberi tempat didalam hati-Nya, diterima apa adanya, dan dimengerti segalah kesulitan dan seluruh persoalan hidup kita. Dalam keluarga kita, kristus hadir di tengah-tengahnya. Apa bila kita saling memberi tempat, menerima apa adanya, dan mau saling mengerti, saling memahami setiap masalah,dan mencari solusi yang tepat dan benar. mari kita sadar diri dan bertobat lalu memulai hidup baru bersama Yesus Kristus yang bangkit ini. Semoga Tuhan menyertai umat kristiani Keuskupan Timika dan seluruh dunia.

Penulis: Fr. Sebedeus Mote, Sementara ini menjalani Tahun Orientasi Karya (TOK) di Paroki St. Yohanes Pemandi Waghete, Dekenat Tigi-Keuskupan Timika.

 

Daftar Pustaka

Wolters Albert M, Pemulihan Ciptaan , (Surabaya Penerbit: Momentum, 2010) , hal-33.

Borrong P Roberrt, Etika BumiBaru, (Jakarta Penerbit: PT BPK Gunung Mulia, 2000), hal 206-207.

Tong Stephen, Dosa Keadilan & Penghakiman, (Surabaya Penerbit: Momentum, 1992), hal 3-4.

Lih. Eddy Kristianto, OFM., Selilit Sang Nabi: Bisik-Bisik Tentang Aliran Sesat., (YOGYAKARTA: KANISIUS. 2007). Hal. 39.

Lih., St. Sunardi., NIETZSCHE. Yogyakarta:  Pelangi Aksara. 2006. Hal. 31-50.

Bdk, Nico Syukur Dister, “Teologi Sistematika2”: Kanisius 2004, hal-234.

 

Catatan Kaki

[1] Wolters Albert M, Pemulihan Ciptaan , (Surabaya Penerbit: Momentum, 2010) , hal-33.

[2] Borrong P Roberrt, Etika BumiBaru, (Jakarta Penerbit: PT BPK Gunung Mulia, 2000), hal 206-207.

[3] Tong Stephen, Dosa Keadilan & Penghakiman, (Surabaya Penerbit: Momentum, 1992), hal 3-4.

[4] Sebuah Lirik Lagu.

[5] Lih. Eddy Kristianto, OFM., Selilit Sang Nabi: Bisik-Bisik Tentang Aliran Sesat., (YOGYAKARTA: KANISIUS. 2007). Hal. 39.

[6]Lih., St. Sunardi., NIETZSCHE. Yogyakarta:  Pelangi Aksara. 2006. Hal. 31-50.

[7] Bdk, Nico Syukur Dister, “Teologi Sistematika2”: Kanisius 2004, hal-234.

Keuskupan Timika

Official WEB Keuskupan Timika di kelola oleh Komisi Komunikasi Sosial

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button