Majalah Gaiya

MEMAHAMI MAKNA EKOLOGI BAGI PAPUA

Sebuah Refleksi Teologis

Papua dengan keberadaan hutan-hutannya yang amat lebat, bentangan pegunungannya yang menjulang tinggi, dan luasnya lautan yang biru, bukan hanya sebuah wilayah geografis dan menjadi dapur bagi kaum berdasi dan bermodal, tetapi juga dijadikan sebagai sebuah refleksi tindakan keselamatan dari kasih Allah yang tak terhingga. Kekayaan alam Papua, yang dijaga dengan penuh hormat dan kemuliaan oleh masyarakat adat selama berabad-abad, merupakan bukti nyata dari ciptaan Allah yang menakjubkan. Dalam budaya masyarakat Papua, alam bukan sekadar sumber daya, tetapi juga tempat tinggal bagi roh-roh leluhur Papua, tempat suci, dan sumber kehidupan sejati bagi suku-suku dan bangsa Papua. Melalui kearifan lokal mereka, kita dapat melihat bagaimana iman dan ekologi saling terkait erat, dan bagaimana hidup selaras dengan alam menjadi sebuah bentuk penyembahan kepada Sang Pencipta. Refleksi teologis tentang ekologi Papua yang menekankan pewahyuan keselamatan, yang saya buat ini, hendaknya mengajak kita untuk melampaui pemahaman lingkungan semata, dan menyelami makna spiritual dan teologis yang terkandung di dalamnya.

Papua: Taman Eden dan Panggilan Keberlanjutan

Papua sebagai Taman Eden dan Panggilan Kelanjutan bangsa sudah tentunya bersumber dari sejarah keselamatan Ugatamee. Sebab Sejarah Papua mencatat tentang bagaimana masyarakat adat telah hidup selaras dengan alam selama berabad-abad dalam kesatuan dan kekuasaan diri-Nya. Mereka memahami alam sebagai anugerah dari Ugatamee (sebutan nama Allah dalam Bahasa suku Mee), dan hidup dalam keseimbangan dengan lingkungan. Kehendak-Nya senantiasa tercermin dalam pengalaman hidup dan karya nyata mereka. Sistem Bertani, berburu dan sistem perumahan dan semua ritual-ritual yang telah dilakukan rakyat dan bangsa Papua merupakan realisasi nyata secara permanen dari misteri kehendak Allah bagi mereka di tanah leluhur. Maka dalam pandangan mereka yang realistis dan objektif seperti ini, alam bukan sekadar sumber daya, tetapi tempat tinggal bagi roh-roh leluhur, tempat suci, dan sumber kehidupan. Karena itu, Allah sudah sebenarnya melaksanakan hidup dan karya penyelamatannya dalam manusia, alam dan budaya Papua dari waktu ke waktu.

Di awal zaman, ketika dunia masih muda dan alam Papua belum terjamah oleh tangan manusia, leluhur pertama bangsa Papua, diiringi oleh roh-roh leluhur yang suci, berjalan bersama Allah dalam sebuah perjanjian suci. Perjanjian ini bukan sekadar perjanjian, melainkan sebuah penggenapan keselamatan Allah bagi manusia dan alam Papua. Allah, dalam kasih-Nya yang tak terhingga, menginginkan kehidupan yang harmonis dan berkelanjutan bagi manusia dan alam Papua.

Melalui perjanjian ini, leluhur pertama bangsa Papua menerima tanggung jawab untuk menjadi penjaga dan pelindung alam, untuk menjaga keseimbangan ekosistem, dan untuk hidup dalam harmoni dengan alam. Mereka berjanji untuk menjaga dan merawat alam Papua sebagai anugerah dari Sang Pencipta, dan untuk hidup selaras dengan ritme alam yang harmonis. Perjanjian suci ini menjadi dasar bagi kearifan lokal masyarakat Papua, yang telah diwariskan turun temurun, dan menjadi panduan bagi mereka dalam menjaga kelestarian alam Papua.

Sesuai dengan ajaran adat, leluhur pertama bangsa Papua menjadi jembatan antara Allah dan alam Papua. Mereka memahami bahwa alam bukanlah sekadar sumber daya, tetapi sebuah manifestasi dari kasih Allah yang tak terhingga. Mereka hidup dalam kesatuan dengan alam, menghormati siklus alam, dan meneladani kasih Allah dalam setiap tindakan mereka. Dengan demikian, mereka menjadi teladan bagi generasi mendatang, mengajarkan pentingnya hidup selaras dengan alam dan menjaga keseimbangan ekosistem. Perjanjian suci ini menjadi dasar bagi kearifan lokal masyarakat Papua, yang telah diwariskan turun temurun, dan tidak hanya menjadi panduan, tetapi lebih merujuk pada sumber inspirasi iman, harapan dan kasih bagi mereka dalam mempertahankan dan memelihara pewarisan karya keselamatan Allah di Papua.

Papua, dalam konteks ini, dapat dipandang sebagai sebuah “Taman Eden” – sebuah tempat yang diciptakan oleh Allah untuk dihuni dan dijaga oleh manusia dalam ikatan kesatuan diri mereka dengan leluhur pertama. Namun, seperti dalam kisah Taman Eden dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, manusia seringkali tergoda untuk mengeksploitasi alam demi keuntungan pribadi. Akibatnya, terjadilah kerusakan lingkungan, ketidakadilan sosial, dan ancaman terhadap keberlangsungan hidup masyarakat adat. Kehilangan keseimbangan dalam hubungan manusia dengan alam, seperti yang terjadi di Taman Eden, menimbulkan dampak yang merugikan bagi bumi dan manusia. Kita diingatkan bahwa kerusakan lingkungan bukanlah hanya masalah ekologis, tetapi juga masalah teologis, karena mencerminkan ketidaktaatan manusia kepada Allah dan perjanjian-Nya.

Ekologi Papua: Sebuah Panggilan untuk Meneladani Kasih Allah

Setiap warisan pengalaman iman dari tungku api keluarga Papua sudah tentunya mengingatkan kita bahwa manusia, sebagai ciptaan Allah, memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan merawat alam. Kasih Allah yang murah hati, yang telah menciptakan alam dengan segala keindahan dan kekayaan yang ada di dalamnya, harus menjadi inspirasi bagi kita untuk hidup berkelanjutan. Alam, bagi masyarakat Papua, bukanlah sekadar sumber daya, tetapi sebuah anugerah suci yang dititipkan oleh Ugatamee (Allah) untuk dijaga dan dihormati. Kearifan lokal mereka, yang diwariskan turun temurun, mengajarkan bahwa manusia bukanlah penguasa alam, tetapi bagian integral dari ekosistem yang saling berhubungan. Menjaga keseimbangan alam berarti menghormati roh-roh leluhur yang mendiami alam dan menjaga kelangsungan hidup generasi mendatang.

Menjaga kelestarian alam Papua adalah bentuk penghormatan tertinggi kepada Sang Pencipta. Melestarikan alam berarti menghargai warisan budaya dan tradisi masyarakat Papua yang telah hidup selaras dengan alam selama berabad-abad. Menjaga kelestarian alam adalah wujud tanggung jawab kita untuk memastikan bahwa generasi mendatang dapat menikmati keindahan dan kekayaan alam yang sama seperti yang kita nikmati saat ini. Ini adalah bentuk cinta kasih dan keadilan bagi semua makhluk hidup, yang merupakan refleksi iman yang hidup dari kasih Allah yang tak terhingga.

Keadilan Sosial: Sebuah Dimensi Penting dalam Ekologi Papua

Eksploitasi sumber daya alam di Papua seringkali diiringi dengan ketidakadilan sosial. Masyarakat adat, yang selama berabad-abad hidup selaras dengan alam, justru menjadi korban dari kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Kebebasan manusia untuk mengeksploitasi alam tanpa batas, tanpa mempertimbangkan hak-hak masyarakat adat dan kelestarian alam, merupakan bentuk penyalahgunaan kebebasan yang bertentangan dengan rencana Allah. Allah menciptakan alam sebagai anugerah bagi semua makhluk hidup, bukan sebagai objek eksploitasi untuk keuntungan segelintir orang. Memperjuangkan keadilan sosial dan ekologi di Papua berarti memulihkan kebebasan sejati bagi masyarakat adat, kebebasan untuk hidup selaras dengan alam dan untuk menentukan nasib mereka sendiri.

Ekologi Papua tak dapat dipisahkan dari keadilan sosial. Memperjuangkan kelestarian alam Papua berarti memperjuangkan hak-hak masyarakat adat, yang selama berabad-abad telah menjadi penjaga sejati tanah Papua. Mereka bukanlah sekadar penghuni, tetapi pengelola utama alam, yang memahami ritme alam dan memiliki kearifan lokal yang telah terbukti efektif dalam menjaga keseimbangan ekosistem.

Menolak eksploitasi sumber daya alam tanpa melibatkan masyarakat adat adalah bentuk penindasan dan pelanggaran terhadap hak-hak mereka. Kearifan lokal seperti sistem pertanian berkelanjutan, pengelolaan hutan, dan penghormatan terhadap siklus alam, merupakan bukti nyata dari pemahaman mereka tentang ketergantungan manusia pada alam dan tanggung jawab untuk menjaganya. Memperjuangkan keadilan sosial berarti memberikan mereka hak untuk menentukan nasib mereka sendiri dan mengelola sumber daya alam di wilayah mereka.

Membebaskan masyarakat adat dari eksploitasi dan penindasan berarti memulihkan kebebasan mereka untuk hidup selaras dengan alam dan untuk menentukan masa depan mereka sendiri. Ini adalah bentuk kebebasan sejati, yang dikaruniakan oleh Allah, untuk hidup dalam harmoni dengan alam dan dengan sesama. Melalui partisipasi aktif masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam, kita dapat menciptakan sistem yang adil dan berkelanjutan, yang menghormati hak-hak manusia dan kelestarian alam.

Gereja: Suara bagi Mereka yang Tidak Bersuara

Gereja, sebagai komunitas umat beriman, memiliki peran penting dalam membangun kesadaran ekologis dan mempromosikan keadilan sosial di Papua. Gereja dapat menjadi suara bagi mereka yang tidak bersuara, dan menjadi agen perubahan untuk mewujudkan keadilan dan kelestarian alam Papua. Maka Gereja dapat melakukan hal ini dengan tiga cara sederhana berikut:

Pertama, Mendidik umat tentang pentingnya ekologi dan keadilan sosial. Gereja dapat mengintegrasikan pesan ekologis dalam khotbah, pengajaran, dan kegiatan pastoral. Gereja juga dapat menyelenggarakan seminar, lokakarya, dan program edukasi untuk meningkatkan kesadaran ekologis di kalangan umat.

Kedua, Membangun kemitraan dengan organisasi masyarakat dan pemerintah. Gereja dapat bekerja sama dengan organisasi masyarakat dan pemerintah untuk menjalankan program pelestarian alam, pemberdayaan masyarakat adat, dan advokasi kebijakan yang berpihak pada ekologi dan keadilan sosial.

Ketiga, Menjadi teladan dalam hidup berkelanjutan. Gereja dapat menjadi contoh dalam hidup berkelanjutan dengan menerapkan prinsip-prinsip ekologi dalam pengelolaan aset, konsumsi, dan kegiatan pastoral. Gereja juga dapat mendorong umat untuk hidup sederhana dan berwawasan lingkungan.

Menjadi Pelayan Keberlanjutan

Ekologi Papua adalah panggilan bagi kita semua. Kita tidak dapat hanya menjadi penonton, tetapi harus menjadi bagian dari solusi untuk menjaga kelestarian alam Papua dan memastikan bahwa generasi mendatang dapat menikmati keindahan dan kekayaan alam yang sama seperti yang kita nikmati saat ini. Melalui tindakan nyata, kita dapat mewujudkan rencana Allah untuk menciptakan dunia yang adil dan berkelanjutan bagi semua makhluk hidup.

Melalui pemahaman teologis yang mendalam, kita dapat menemukan makna yang lebih luas dari ekologi Papua. Bukan hanya tentang menjaga lingkungan, tetapi juga tentang menghormati ciptaan Allah, memperjuangkan keadilan sosial, dan mewujudkan rencana Allah untuk dunia yang adil dan berkelanjutan.

 

Penulis : Enest Pugiye (Alumnus pada Sekolah Tinggi Filsafat Teologi “Fajar Timur” Jayapura)

Keuskupan Timika

Official WEB Keuskupan Timika di kelola oleh Komisi Komunikasi Sosial

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button